Aksi Forum Suara Rakyat Kalimantan Tengah (FSRKT) Memperingati Hari Tani Nasional Ke- 57

WALHI Kalimantan Tengah bersama puluhan masyarakat dan mahasiswa dari BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Palangkaraya, BEM Universitas Kristen Palangkaraya (UNKRIP), HIMIP (Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan), BEM Fakultas Pertanian, GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), dan PROGRESS yang tergabung dalam Forum Suara Rakyat Kalimantan Tengah (FSRKT) bersama-sama melakukan aksi turun ke jalan Senin kemarin (25/09/2017).

Aksi tersebut dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari Pagelaran Panggung Seni Budaya yang dilaksanakan oleh FSRKT pada malam Minggu sebelumnya (23/09/2017) dalam rangka memperingati Hari Tani Nasional yang jatuh tepat pada keesokan harinya, hari Minggu (24/09/2017).

FSRKT dengan masa yang banyak tetap terlihat sangat tertib dengan kawalan beberapa polisi yang mengamankan aksi yang berjalan damai tersebut. Aksi dimulai pukul 08.00 WIB pagi dari kantor BEM UPR yang terletak di kawasan Universitas Palangka Raya. Dengan bersama-sama seluruh anggota FSRKT memulai aksi dengan konvoi kendaraan bermotor menuju gedung KONI Provinsi yang terletak di pusat kota Palangka Raya. Setelah mengamankan kendaraan mereka di gedung KONI, masa lalu mulai berjalan kaki menuju lokasi tujuan utama, yaitu kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah yang terletak di JL. S. Parman No. 2.

Saat tiba di depan gedung DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, masa FSRKT memulai orasi mereka yang diwakili oleh beberapa anggota forum. Dengan semangat pidato Bung Karno (1952), “Berbicara tentang pangan adalah berbicara tentang hidup dan matinya bangsa ini” yang menggelora di dalam dada setiap masa pagi itu, mereka menyuarakan kegelisahan-kegelisahan yang mengusik pikiran mereka mengenai kondisi pertanian di Indonesia yang dikenal sebagai kepulauan agraris, dan lebih khususnya provinsi Kalimantan Tengah yang merupakan provinsi terluas nomor dua di Indonesia. Meskipun dengan kondisi geografis yang sangat luas serta potensi sumber daya alam yang melimpah-ruah, provinsi kalimantan Tengah masih belum dapat memenuhi kehidupan konsumsi dari pertanian yang ada di daerahnya dan bergantung dari provinsi lain.

Bukan hanya masalah kedaulatan tani yang disinggung oleh Forum Suara Rakyat Kalimantan Tengah pagi itu. Aksi masa yang dilanjutkan di bundaran besar Palangka Raya, tepatnya di halaman rumah jabatan Gubernur Kalimantan Tengah, dan diakhiri di kantor Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah itu juga mengemukakan permasalahan-permasalahan yang terjadi akibat hal-hal seperti kepemilikan tanah dimana korporasi memonopoli tanah dan menyebabkan ketimpangan penguasaan lahan yang justru didominasi oleh korporasi dibanding dengan masyarakat (sawit dan tambang), minimnya perkembangan teknologi terbarukan pertanian dan pengembangan lahan pertanian, rendahnya nilai jual produksi pertanian, serta kurangnya edukasi serta bantuan pertanian untuk masyarakat Kalimantan Tengah.

Selain itu juga aksi FSRKT pada pagi itu adalah reaksi atas pencabutan Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 15/2010 tentang perubahan Pergub Nomor 52/2008 tentang pedoman pembukaan lahan dan pekarangan bagi masyarakat yang seolah-olah ingin menghapus kearifan lokal masyarakat yang sejak turun-temurun bercocok tanam menggunakan cara tradisional, yaitu membakar lahan. Sebagai akibatnya, petani lokal mengalami kesulitan dalam bertani karena pada dasarnya masyarakat Kalimantan Tengah memanfaatkan lahan kering untuk bercocok tanam dengan cara berpindah dan membakar untuk membuka lahan. Dengan dicabutnya Pergub tersebut maka secara langsung memposisikan masyarakat sebagai penyebab terjadinya bencana luar biasa karhutla yang menimpa provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2015 yang lalu. Padahal pada putusan PN Palangka Raya atas gugatan CLS telah menyatakan bahwa Pemerintah bersalah atas bencana tersebut.

Saat mendatangi kantor DPRD Provinsi Kalimantan Tengah masa FSRKT diterima oleh Wakil Ketua Komisi B HM Aser. Masa lalu menyerahkan tuntutan-tuntutan mereka yang terdiri dari sembilan poin utama. Begitu juga saat bertandang ke kantor Gubernur Kalimantan Tengah, masa diterima oleh Pejabat Sementara Sekda Kalteng H Mugeni dan dapat mengemukakan tuntutan-tuntutan mereka. Kesembilan tuntutan tersebut diantaranya adalah adanya peraturan gubernur (Pergub) yang mengatur tentang pembagian tanah adat yang bisa dikelola oleh petani, tindakan tegas atas korporasi yang menyebabkan kebakaran lahan, peningkatan proses pengawalan dan pengawasan kebijakan pemerintah pada bidang pertanian yang sudah di terapkan, serta solusi akibat dicabutnya Pergub No.15 tahun 2010 tentang pembukaan lahan dan pekarangan rumah dengan cara membakar.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *