Siaran Pers WALHI Nasional: Perusakan Lahan Gambut, Kembali Warnai Kontestasi Pilpres 2019

Jakarta, 23 Januari 2019. Jutaan hutan Kalimantan Tengah rusak akibat pembukaan lahan untuk industri ekstraktif, seperti perkebunan kelapa sawit dan pertambangan maupun industri kehutanan. Namun, kondisi ini tidak lantas menghentikan perluasan kawasan untuk investasi yang terus terjadi.

Safrudin dari Save Our Borneo (SOB) Kalimantan, menegaskan bahwa November 2018 lalu, sejumlah aktivis lingkungan melaporkan perusakan hutan rawa gambut yang terjadi pada kilometer 15, jalan trans Pangkalan Bun – Kotawaringin Lama, Kelurahan Mendawai Seberang, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat. Laporan tersebut ditujukan kepada bagian pengaduan Badan Restorasi Gambut (BRG).

Pelaporan dilakukan karena lokasi pembukaan lahan tanpa ijin tersebut berada pada kawasan gambut yang merupakan wilayah Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Lamandau-Sungai Arut (KHG.62.01.02). Dengan fungsi lindung dimana memiliki kedalaman lebih dari 3 meter.

Pada 25 November 2018, BRG melakukan verifikasi lapangan atas laporan tertulis yang dilakukan oleh Save Our Borneo (SOB) dan beberapa aktivis lingkungan. Verifikasi lapangan dilakukan guna melihat kondisi sebenranya yang terjadi di lapangan dan membuktikan bahwa lokasi tersebut merupakan kawasan KHG. Tim BRG menemukan pembukaan lahan dan pembuatan kanal dengan menggunakan alat berat, luas lahan gambut yang sudah dibuka sekitar 38 hektar dengan kanal primer sebanyak 3 buah dengan panjang 2 kilometer dan lebar 2 meter. BRG juga mencatat sekitar 109 kanal sekunder dengan panjang 100 meter dengan lebar 1 meter, tutup Safrudin.

Dimas Novian Hartono, Direktur WALHI Kalimantan Tengah memaparkan bahwa berdasarkan hasil overlay peta yang dilakukan, lokasi terebut dengan SK Menteri Kehutanan nomor: 130/MENLHK/SETJEN/PKL.0/2/2017. Tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional. Lokasi tersebut berada pada KHG.62.01.02 Sungai Lamandau-Sungai Arut. Lokasi pembukaan tersebut sudah memasuki kawasan dengan fungsi lindung sekitar 28 hektar dan 6 hektar berada difungsi budidaya.

Pada saat di lokasi Tim BRG juga menemukan sarang orangutan sebanyak 1 buah dan berdasarkan informasi dari Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi tersebut merupakan wilayah habitat Orangutan Kalimantan, sejak tahun 2015-2017 BKSDA dan Mitranya telah melakukan penyelamatan dan translokasi Orangutan Kalimantan sebanyak 11 individu pada kawasan tersebut.

Diduga telah terjadi tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup sebagaimana tertuang dalam pasal 17 ayat (2) UU 18 tahun 2013 juncto pasal 92 UU 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Selain itu juga diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Atas dasar hasil verifikasi dan analisa hukumnya, Desember 2018, BRG mengirimkan surat kepada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah, Kepala KPH Kotawaringin Barat, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar dapat menindaklanjuti hasil verifikasi dan temuan yang dilakukan BRG dengan aktivis lingkungan.

Satu bulan pasca surat yang dikirimkan BRG dan laporan yang dilakukan oleh aktivis lingkungan di Kalteng, tidak ada respon sama sekali yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ataupun Instansi/Dinas Kehutanan baik di Provinsi maupun Kabupaten guna menindaklanjuti surat BRG.

Wahyu Perdana, Pengkampanye Ekosistem Esensial Eknas WALHI menyampaikan bahwa hasil verifikasi memuat jelas apa yang terjadi di lapangan dan dugaan tindak pidana kehutanan dan ingkungan hidup. Sisi lain, berdasarkan pantauan yang kerap dilakukan oleh para aktivis lingkungan di lokasi tersebut. Pembukaan lahan masih terjadi dan berdasarkan informasi yang didapat pembukaan akan terus terjadi hingga mencapai 15 ribu hektar.

Dugaan tambahan atas pembukaan lahan ini tidak diperuntukkan untuk kepentingan masyarakat di sekitar wilayah tersebut, luasan 15 ribu hektar yang akan dibuka dapat dipastikan untuk kepentingan investasi perkebunan.

Ketiga nara sumber menyerukan bahwa kondisi ini tidak boleh didiamkan, pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar dapat melakukan penindakan tegas atas pembukaan lahan tanpa ijin yang hingga saat ini terus terjadi. Apabila pembiaran ini tetap dilakukan, maka akan mencoreng muka pemerintah sendiri karena lemahnya penegakkan hukum tindak kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup.

Perusakan hutan di Kalimantan Tengah akan terus terjadi apabila pemerintah abai dan membiarkan pembukaan lahan tanpa ijin, sisi lain pemerintah dianggap tidak mampu dalam menegakkan dan menjalankan mandat atas pelanggaran undang-undang yang saat ini terjadi di Kotawaringin Barat.

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *