Ikutan Nobar & Diskusi Film Dokumenter Ekspedisi Indonesia Biru SEXY KILLERS, Jadi Pengen Golput?

Pada tanggal 17 April 2019 mendatang, seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) akan menentukan pemimpin mereka untuk lima tahun kedepan secara serentak dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg). Namun, masih banyak calon pemilih yang bingung akan pilihannya pada Pemilihan Umum (Pemilu) nanti. Selain dipengaruhi oleh dominasi pemilih muda, juga karena maraknya isu hoax yang belakangan ini. Dengan niatan membuka pandangan para pemilih, khususnya kalangan muda sekitaran Kota Palangka Raya, WALHI Kalimantan Tenggah menggelar acara nonton bareng dan diskusi film dokumenter Ekspedisi Indonesia Biru SEXY KILLERS.

Malam minggu lalu (13/4/2019), halaman kantor WALHI Kalimantan Tengah terlihat lebih ramai dari biasanya. Sejak sebelum pukul 18.00 WIB pemuda-pemudi mulai berdatangan dan berkumpul di bawah tenda terpal biru yang sudah disiapkan beberapa jam lalu. Di hadapan mereka juga telah dibentangkan dua buah layar putih besar yang dihadapkan dengan sebuah LCD dan laptop berwarna sama putih. Malam itu mereka akan bersama-sama menonton dan mendiskusikan sebuah film luar biasa.

Film dokumenter Ekspedisi Indonesia Biru SEXY KILLERS merupakan sebuah film garapan Watchdoc. Tak hanya di Kota Palangka Raya, kegiatan nonton bareng film ini telah dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut suara.com tercatat sebanyak 476 titik nobar di seluruh Indonesia dengan penonton sekitar 30 – 50 orang di setiap titik sejak 5 hingga 13 April 2019. Bahkan hingga kini film tersebut telah ditonton sebanyak 5,9 juta kali sejak dirilis pada 13 April 2019 malam di channel Youtube Watchdoc.

SEXY KILLERS memberikan gambaran investasi tambang batubara yang juga digunakan sebagai sumber suplai energi listrik dari sudut pandang rakyat kecil yang tergusur dan teraniaya oleh investasi yang menjajah ini. Film ini juga memetakan hubungan antara tokoh-tokoh politik dengan investasi tambang batubara, tidak terkecuali para kandidat Pilpres 2019. Seperti disampaikan oleh Direktur WALHI Kalimantan Tengah, Dimas Novian Hartono, dalam nobar malam itu, “Film SEXY KILLERS ini selain menceritakan secara lugas terkait kondisi-kondisi real dampak dari pertambangan, juga hubungan politik Pilpres dengan industri pertambangan itu seperti apa.”

Nobar dan diskusi di Kantor WALHI Kalimantan Tengah malam itu didominasi oleh mahasiswa dan pecinta/pejuang lingkungan hidup di sekitar Kota Palangka Raya. Meski hujan gerimis tak henti-hentinya mengguyur kota cantik malam itu, tapi antusiasme penonton tidak luntur. Hal ini dapat dilihat dari penonton yang tetap bertahan hingga acara berakhir pada sekitar pukul 22.00 WIB. Salah satunya Alfin, mahasiswa IAIN Palangka Raya dan pendiri komunitas tandakoma.co, merasa film tersebut sangat keren. “Setelah menonton film ini saja jadi merefleksi ke diri sendiri. Jika saya boros listrik sama saja dengan saya membunuh orang lain,” ungkapnya.

Selain banyak penonton seperti Alfin yang merasa termotivasi oleh film SEXY KILLERS dalam menggunakan listrik secara lebih bijak lagi, ada juga penonton yang merasa kecewa terhadap pemerintah Indonesia. Apalagi saat terdapat cuplikan debat capres 2019 yang memperlihatkan bagaimana kedua kandidat berusaha saling menutup-nutupi terkait isu pertambangan yang ada di Indonesia. Belum lagi banyaknya permasalahan yang dihadapi rakyat kecil yang jarang, bahkan tidak muncul dalam berita di televisi maupun media lainnya.

Emosi-emosi yang dihasilkan oleh film dokumenter ini memberikan kegelisahan kepada para pononton. Misalnya saja Vera, mahasiswa Institut Jakarta, mempertanyakan apa yang bisa dilakukan dalam menghadapi persoalan-persoalan lingkungan semacam itu. Seperti yang selalu didorong dalam kampanye-kampanye WALHI Kalimantan Tengah, Dimas menjawab bahwa sangat penting untuk melakukan evaluasi kembali ijin-ijin yang telah dikeluarkan, menghentikan keluarnya ijin baru, dan melakukan penegakan hukum dalam menyelesaikan masalah-masalah yang sudah ada.

Koni, mahasiswa UPR, lebih jauh lagi mempertanyakan apakah perlu baginya untuk berpartisipasi dalam Pemilu mendatang. Menanggapi pertanyaan yang muncul akibat kegelisahan semacam itu, Direktur WALHI Kalimantan Tengah mengatakan, “Penayangan ini bukan bermaksud untuk mengajak golput dalam Pemilu nanti, tapi justru agar kita bisa lebih cerdas dalam memilih.” Dimas menambahkan bahwa sekecil apapun aspirasi masyarakat harus tetap didengarkan karena itulah fungsi negara. Sehingga adanya demo sangat mungkin menandakan bahwa ada kebijakan yang keliru, meskipun terkadang ada juga demo yang tidak benar (demo bayaran). (akp)

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *