Aksi Damai dari Hati yang Tak Kunjung Damai dari Mimpi Buruk Tambang Batubara: Kembalikan Hak Masyarakat Adat Dayak Maanyan Dusun Gunung Karasik atas Lingkungan yang Baik dan Sehat!

Negara Republik Indonesia telah merdeka selama hampir 74 tahun. Kemerdekaan seharusnya dapat membawa kedamaian bagi seluruh rakyat beserta lingkungan hidupnya. Namun, di sebuah dusun di negara yang telah merdeka ini, lingkungannya justru rusak dan hancur, masyarakatnya justru tak mau damai hatinya, gundah gulana oleh kehadiran alat-alat berat yang menghancurkan hutan, mencemari sungai dan udara, melobangi tanah, dan membiarkan masyarakat berhadapan dengan malapetaka investasi pertambangan batubara.

Dusun Gunung Karasik, Sabtu (30/3/2019) – Sekitar 20 perwakilan masyarakat yang berasal dari Dusun Gunung Karasik, Desa Janah Mansuwui, Desa Danau, dan Desa Apar Batu yang berada di sekitar area pertambangan batubara PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM) berbondong-bondong menuju jembatan sungai Garunggung di Dusun Gunung Karasik. Perwakilan masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ini datang untuk menutup jalan lintas batu bara/hauling PT Bartim Coalindo dan PT Sarana Putra Perdana (SPP) yang berada di dekat sungai Garunggung. Aksi tersebut dilakukan oleh masyarakat sebagai peringatan hari hutan sedunia dan hari air sedunia yang jatuh pada tanggal 21 dan 22 Maret 2019 lalu.

Masyarakat memulai aksi sejak pukul 08.00 WIB. Dengan membawa spanduk bertuliskan kecaman-kecaman kepada perusahaan, seperti “Stop! Pembabatan Hutan dan Pengrusakan Lingkungan”, masyarakat menjalankan aksi dengan tertib dan damai.

Meski begitu, ditengah-tengah aksi damai ini masyarakat sempat dikejutkan oleh kedatangan aparat Kepolisian Sektor Awang yang hendak membubarkan aksi. Rombongan kepolisian yang dipimpin oleh Kapolsek Awang, Ipda Rino Heriyanto, S,Tr,K, bersikeras untuk membubarkan aksi dengan dalih bahwa aksi masyarakat dilakukan tanpa izin. Padahal pihak masyarakat telah menyerahkan secara langsung surat pemberitahuan aksi kepada pihak Polres Barito Timur pada tanggal 26 Maret 2019 atau empat hari sebelum aksi.

Dengan menunjukkan bukti tanda terima surat pemberitahuan aksi, masyarakat berhasil menghadapi upaya aparat kepolisan yang bermaksud membubarkan aksi mereka. Mengetahui bahwa aksi yang mereka lakukan telah sah menurut Undang-Undang yang berlaku, UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum pasal 10 ayat (1) dan (3), masyarakat yakin untuk terus melanjutkan aksi sampai sekitar pukul 15.30 WIB.

Pengetahuan masyarakat ini dilandaskan atas UU No. 9 Tahun 1998 pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan bahwa penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri, dan ayat (3) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatna 3×24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. Sehingga aksi yang dilakukan oleh masyarakat ini telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Meski sempat akan dibubarkan oleh aparat kepolisian, namun dengan pengetahuan akan hukum masyarakat tetap dapat melanjutkan aksi bersama awak media sampai sekitar pukul 15.30 WIB. Dalam aksi ini tidak ada satupun pihak perusahaan yang datang. Meskipun sejatinya, dalam aksi ini masyarakat menunjukkan penolakan terhadap hadirnya perusahaan tambang batubara di wilayah mereka.

Selain untuk memperingati hari hutan dan air sedunia, aksi ini juga merupakan sebuah bentuk perjuangan masyarakat atas hak terhadap lingkungan yang baik dan sehat. Menjalani hidup di wilayah yang dimasuki investasi pertambangan batubara membuat masyarakat harus terkena dampak negatif secara langsung dari aktifitas perusahaan yang merusak lingkungan. Bukan hanya hutan mereka yang hilang digantikan oleh lubang – lubang tambang, tapi juga sungai – sungai besar dan kecil yang mengalir melewati Dusun Gunung Karasik dan desa – desa sekitarnya sampai ke Sungai Barito tercemar, mendangkal, dan  bahkan hilang tertimbun.

Penghancuran Lingkungan oleh Perusahaan Tambang Batubara

Jika merujuk pada Undang – Undang No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, usaha pertambangan mineral dan batubara bertujuan untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Untuk mencapai tujuannya ini, kegiatan pertambangan juga harus dilakukan dengan berwawasan lingkungan. Selain berkewajiban atas kajian dampak pertambangan atas lingkungan hidup (AMDAL), perusahaan pertambangan juga wajib melakukan reklamasi dan kegiatan pasca tambang.

Meski reklamasi, kegiatan penataan, pemulihan, dan perbaikan kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya, seharusnya dilakukan di sepanjang tahapan usaha pertambangan, namun sejak masuk tanpa sosialisasi pada tahun 2011 sampai sekarang, PT BNJM tidak pernah melakukan reklamasi selain di pinggiran jalan yang ‘nampak’ dari luar. Saat pertama kali masuk, perusahaan langsung melakukan pengukuran dan pertambangan di Sungai Mabayoi. Tanpa mempedulikan keberadaan masyarakat maupun dampak lingkungannya, perusahaan telah menghilangkan sungai yang menjadi sumber air masyarakat Dusun Gunung Karasik ini.

Tidak berhenti sampai Sungai Mabayoi saja, pengrusakan sungai secara beruntun terus terjadi, seperti di Sungai Udak, Sungai Paku, Sungai Maku, dan Sungai Garunggung. Kerusakan sungai-sungai ini terjadi akibat pendangkalan sungai dampak dari aktifitas pertambangan batubara  PT BNJM dan pembuatan jalan hauling oleh PT Bartim Coalindo dan PT Putra Asiano Mutiara Timur.

Jalan hauling yang memotong sungai-sungai ini dibangun untuk mempermudah pengangkutan batubara. Selain merusak sungai, perusahaan juga memperlebar jalan kampung untuk dijadikan jalan hauling. Salah satunya jalan yang digunakan sebagai lokasi aksi masyarakat yang terletak di dekat Sungai Garunggung. Jalan tersebut sebelumnya digunakan oleh masyarakat setempat, sekaligus menjadi salah satu jalan lintas menuju dusun tetangga, Dusun Tangelana dari Desa Kalamus. Meski begitu, kini jalan tersebut justru digunakan oleh beberapa perusahaan sebagai jalan lintas mengangkut batubara.

Penggunaan jalan masyarakat untuk angkutan lintas batubara oleh perusahaan ini menyebabkan masyarakat sekitar harus terdampak oleh debu truk pengangkut batubara. Belum lagi kondisi jalan yang rusak karena terus-menerus dilewati kendaraan bertonase besar (berat). Padahal UU Pertambangan No. 4 Tahun 2009 menyebutkan kewajiban pemilik usaha tambang untuk menyediakan jalan khusus angkutan batubara.

Masyarakat di Dusun Gunung Karasik dan desa sekitarnya telah kehilangan banyak sungai. Saat ini Sungai Garunggung menjadi satu-satunya sumber air masyarakat. Sungai Garunggung mengalir ke beberapa wilayah masyarakat dari Desa Janah Mansiwui dan Desa Danau. Masyarakat saat ini terancam akan kesulitan mencari air bersih.

Letak lokasi tambang PT BNJM yang sangat dekat, sekitar 300 meter, dari tempat pemukiman masyarakat Dusun Gunung Karasik juga menjadi kekhawatiran lainnya. Dekatnya jarak tersebut mengakibatkan suara bising aktifitas tambang perusahaan terdengar dan mengganggu aktifitas masyarakat, khususnya aktifitas belajar mengajar di sekolah.

Masuknya investasi pertambangan ke wilayah masyarakat Dusun Gunung Karasik dan desa sekitar telah meresahkan masyarakat. Masyarakat harus menghadapi akibat dari berkurangnya tutupan hutan, pendangkalan dan pencemaran sungai, kerusakan jalan, polusi udara dan polusi suara. Dampak-dampak ini tidak sebanding dengan beberapa orang masyarakat yang dipekerjakan di perusahaan sebagai buruh.

Dengan melihat kondisi dan situasi diatas, masyarakat adat Dayak Ma’anyan Gunung Karasik, Desa Janah Mansuwui, Desa Danau, dan Desa Apar Batu melakukan aksi peringatan Hari Hutan dan Hari Air Sedunia, guna menuntut PT Bangun Nusantara Jaya Makmur (BNJM), PT Bartim Coalindo, PT Putra Asiano Mutiara Timur, dan PT Sarana Putra Perdana (SPP) untuk melakukan:

  1. Pembangunan 2 buah jembatan yang bersifat permanen:
  2. Jembatan Sungai Garunggung
  3. Jembatan Sungai Paku
  4. Pemulihan:
  5. Sungai Garunggung
  6. Sungai Paku
  7. Sungai Maku
  8. Sungai Udak
  9. Sungai Mabayoi
  10. Pembuatan tempat penampungan limbah sementara agar limbah dari jalan hauling tidak langsung mengalir ke sungai, seperti sungai Garunggung, sungai Paku, dan sungai Maku.
  11. Penyiraman berkala jalan hauling yang melintasi Dusun Gunung Karasik dan Desa Apar Batu.
  12. Perbaikan jalan masyarakat yang rusak akibat dilalui terus-menerus oleh kendaraan perusahaan, antara lain:
  13. Jalan Dusun Gunung Karasik menuju Desa Ampari Bura (Bahalang)
  14. Jalan Dusun Gunung Karasik menuju Desa Janah Mansuwui
  15. Pembukaan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya kepada masyarakat sekitar tambang yang terdampak langsung atau tidak langsung, baik tenaga kerja skill maupun non skill.

(akp)

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 pemikiran di “Aksi Damai dari Hati yang Tak Kunjung Damai dari Mimpi Buruk Tambang Batubara: Kembalikan Hak Masyarakat Adat Dayak Maanyan Dusun Gunung Karasik atas Lingkungan yang Baik dan Sehat!”