Seruan Hari Buruh Internasional (May Day) 2019

Salam adil dan lestari…

Hari Buruh sedunia 1 Mei (May Day) adalah salah satu peristiwa yang mempunyai nilai sejarah yang panjang dalam perjuangan terhadap penghisapan dan penindasan di negeri ini. Usaha perjuangan yang tidak mengenal rasa lelah dan menyerah dari kaum buruh di seluruh dunia saat itu yang terus memberikan inspirasi tiada terkira. Keteguhan sikap dalam sebuah pengorbanan dengan diiringi disiplin yang membaja pada setiap perjuangan yang dilakukan. Secara Historis, May Day adalah tonggak kemenangan bagi kaum buruh dalam perjuangan menuntut pengurangan jam kerja dari 12-16 jam per hari menjadi 8 jam per hari, yang diraih melalui perjuangan panjang (tahun 1886 sampai 1890-an) yang begitu hebat dengan pengorbanan yang tidak akan pernah ternilai untuk membebaskan diri dari belenggu penindasan dan penghisapan imperialisme (kapitalisme monopoli) yang berlipat-lipat.

Sistem kapitalisme dimana industri menjadi salah satu penopang utamanya berlaku sebuah hubungan produksi yang timpang antara buruh dengan pemilik modal. Bagi para pemilik modal, buruh dianggap sama seperti bahan baku atau bahan mentah, upah bagi kaum buruh tidak ditetapkan berdasarkan pembagian keuntungan dari hasil produksi. Padahal, tanpa keberadaan buruh disebuah pabrik, mesin-mesin termasuk bahan baku yang ada dipabrik tidak akan berubah menjadi barang baru dan, tidak pernah akan ada keuntungan disana. Tanpa kaum buruh juga tidak akan terlaksana dengan baik usaha dalam sebuah perkebunan yang hasilnya dapat diolah pabrik dan menghasilkan suatu produk industri. Sistem yang demikian mensyaratkan pencurian nilai lebih terhadap kaum buruh atau bisa dikatakan eksploitasi secara besar-besaran tenaga manusia.

Inilah makna yang sesungguhnya dari perjuangan kaum buruh lebih dari seratus tahun yang silam, yang didasarkan pada kesadaran bahwa bekerja dengan waktu yang panjang hanya akan memberikan keuntungan yang berlipat bagi para pemilik modal. Jam kerja yang panjang selain hanya akan memberikan super profit bagi kapitalisme juga akan menghancurkan pengetahuan dan kebudayaan kaum buruh, karena kaum buruh tidak memiliki waktu lagi untuk belajar dan meningkatkan pengetahuannya, kaum buruh tidak mempunyai waktu lagi untuk mengurus kehidupan keluarganya serta tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan masyarakat lainnya.

Di Indonesia sendiri, peringatan hari buruh sedunia (May Day) baru mulai dilaksanakan sejak disahkannya UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948, yang mana dalam pasal 15 ayat 2 menyebutkan, “Pada tanggal 1 Mei, buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja”. Namun, karena alasan politik, rezim Orde Baru kemudian melakukan larangan terhadap peringatan Hari Buruh Internasional. Sejak saat itu pula, peringatan May Day tidak pernah diakui oleh pemerintah Indonesia. Barulah pasca runtuhnya Orde Baru, melalui perjuangan masa rakyat yang tersebar diseluruh daerah, May Day kembali marak diperingati.

Dalam perjuangannya saat ini, secara konsisten kaum buruh telah menjadikan isu tentang upah sebagai tuntutannya yang terus dirampas oleh pengusaha melalui berbagai skema yang secara langsung mendapatkan legitimasi dari pemerintah. Inilah yang membuat semua pengusaha bereaksi negatif dan mengancam akan melakukan PHK besar-besaran atau relokasi perusahaan.

Dibalik berbagai reaksi sinis dari pengusaha tersebut, angka kenaikan UMP yang cukup tinggi ini sesungguhnya belum menjawab kebutuhan riil kaum buruh di Indonesia, karena kenaikan UMP adalah konsekuensi dari terus meningkatnya harga kebutuhan pokok. Perampasan upah terhadap kaum buruh juga dilakukan oleh rezim Jokowi-JK melalui berbagai pencabutan atau pengurangan subsidi sosial yang berakibat pada naiknya harga kebutuhan. Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), Tarif Dasar Listrik (TDL), dan harga bahan pokok yang turun naik adalah beberapa contoh kebijakan rezim yang mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan kaum buruh. Kebijakan perampasan upah terhadap buruh yang lebih riil adalah UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Persoalan perampasan upah buruh yang terjadi secara sistematis di Indonesia, sesungguhnya tidak terlepas dari kebijakan perburuhan seperti, Kepmen No. 231 tahun 2003 tentang Tata Cara Penangguhan Upah. Dengan adanya peraturan ini, perusahaan-perusahaan yang keberatan menjalankan Pelaksanaan UMP dapat mengajukan penangguhan upah dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam Kepmen 231/2003.

Masalah lain yang dihadapi oleh kaum buruh di Indonesia adalah masih eksisnya sistem kerja outsourcing dan kontrak jangka pendek yang tidak memberikan jaminan kepastian kerja terhadap kaum buruh. Dengan diberlakukannya sistem ini, pengusaha dapat dengan mudah melakukan PHK terhadap buruh yang dianggap tidak lagi produktif, tanpa harus memberikan secara penuh apa yang menjadi hak buruh. Selain itu, berbagai tindakan anti demokrasi dan upaya-upaya, pemberangusan serikat dan PHK massal terhadap buruh yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasarnya semakin meningkat.

Di provinsi Kalimantan Tengah sendiri juga mempunyai persoalan yang sama dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Apalagi tingkat pembukaan lahan yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadikan sebuah perubahan besar terutama pada sektor mata pencaharian masyarakat sendiri. Kalimantan Tengah merupakan salah satu provinsi ke-2 terluas di Indonesia. Luas Kalimantan Tengah sendiri sekitar 15,426,781 hektar dengan luas kawasan hutan 12.719.707 hektar, bisa dikatakan sangat kaya akan sumber daya alam. Dari data yang dimiliki oleh Walhi Kalimantan Tengah, tercatat sebanyak 78% luas lahan tersebut sudah dimiliki oleh perusahaan besar swasta dengan pembagian penguasaan lahan IUPHHK (HA,HTI,RE) 5.194.408 hektar, perkebunan 4.111.255 hektar, dan pertambangan 3.872.829 hektar. Akibat dari wilayah kelola yang semakin sempit juga berdampak pada sulitnya mendapatkan lapangan kerja untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga masyarakat di beberapa daerah saat ini banyak memilih bahkan bersaing untuk menjadi buruh tani di perusahaan perkebunan, buruh di beberapa pabrik milik perusahaan perkebunan dan buruh di perusahaan pertambangan. Bisa dikatakan kesejahteraan sekarang sudah bukan lagi mengacu pada kemandirian untuk mengelola lahan dalam mendapatkan kebutuhan, akan tetapi sudah bergeser pada sudut pandang ekonomi yaitu bergantung pada upah. Karena lahan yang dikelola sudah semakin sempit, maka penting sekali agar pihak korporasi juga memperhatikan kesejahteraan kaum buruh dengan upah yang layak. Selain itu juga bisa memberikan jaminan sosial dan kesehatan bagi buruh agar bisa menikmati haknya untuk tetap bekerja dengan baik dalam kondisi sehat.

Berdasarkan pada uraian diatas, maka dengan ini WALHI Kalimantan Tengah dalam rangka Peringatan Hari Buruh Sedunia yang jatuh pada hari ini (1/5/2019) menyatakan sikap: “Hentikan Perampasan Upah! Hentikan Monopoli Tanah! Hentikan Deforestasi!”, serta menuntut:

  • Dihentikannya perampasan upah, tanah, dan dilaksanakannya Reforma Agraria ang sejati.
  • Dihentikannya segala bentuk kekerasan, kriminalisasi, dan pemberangusan serikat buruh.
  • Dihentikannya eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran.
  • Kepastian adanya perlindungan sosial, jaminan pemenuhan pangan, pendidikan, kesehatan bagi semua warga negara, khususnya para buruh dengan menjamin kepastian kerja dan menghapus sistem upah murah. Penghapusan UU No. 13/2004 yang tidak menjamin kesejahteraan buruh dan mempermudah sistem kerja
  • Tersediannya lapangan pekerjaan dengan upah layak bagi kaum buruh.
  • Pengusutan tuntas kasus korupsi, yang melibatkan birokrasi, aparat penegak hukum maupun politisi.

 

Narahubung:

Direktur WALHI Kalimantan Tengah – Dimas Novian Hartono (0813 5270 4704)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WordPress › Error

There has been a critical error on this website.

Learn more about troubleshooting WordPress.