Di tengah-tengah situasi perubahan iklim dunia dan kerusakan lingkungan hidup di Indonesia saat ini, penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan oleh korporasi menjadi sangat fundamental.
Palangka Raya, 9 Mei 2019. Pengadilan Negeri Kapuas memenangkan gugatan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT Kalimantan Lestari Mandiri (KLM) pada tanggal 8 Mei 2019. Perusahaan perkebunan kelapa sawit yang terletak di Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah ini terjerat kasus kebakaran lahan pada tahun 2018. Kebakaran seluas 511 hektar yang terjadi di atas area tanah gambut tersebut telah mengakibatkan kabut asap dengan dampak yang cukup luas. Sebaran dampak meliputi wilayah Kabupaten Kapuas, Kabupaten Pulang Pisau, sampai ke Kota Palangka Raya.
Atas dampak lingkungan yang diakibatkan, PT KLM dijerat tindak pidana korporasi pada UU No. 32 tahun 2009. Dengan nomor perkara: 51/Pdt.G/LH/2018/PN Klk, PN Kapuas memutuskan bahwa PT KLM telah melakukan perbuatan melawan hukum. Perusahaan pun harus membayar ganti rugi ± Rp 89 milyar dan melakukan pemulihan lingkungan sebesar ± Rp 210 milyar. Selain itu, PT KLM juga dilarang untuk melakukan penanaman kembali lahan bekas terbakar dan bertanggung jawab atas biaya perkara.
Menanggapi putusan PN Kapuas terhadap PT KLM, Dimas Novian Hartono selaku Direktur WALHI Kalimantan Tengah mengungkapkan, “Kami menganggap putusan terhadap PT KLM merupakan langkah tepat dalam menindak tegas perusahaan yang melanggar dan merusak lingkungan di Kalimantan Tengah.” Dimas juga menambahkan bahwa putusan ini menjadi peringatan keras bagi perusahaan lainnya.
Sejak masuknya investasi perkebunan kelapa sawit ke Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 1992, bencana kabut asap telah menjadi momok menakutkan bagi masyarakat provinsi ini. Bencana kabut asap diakibatkan oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi hampir setiap tahunnya. Menurut data WALHI Kalimantan Tengah, selama tahun 2018 terdapat sekitar 3.861 titik api yang berada di dalam area konsesi perkebunan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Melihat kondisi lingkungan di Kalimantan Tengah, sudah sepatutnya menjadi landasan dalam komitmen penegakan hukum atas kejahatan korporasi. Selain PT KLM, masih terdapat banyak perusahaan yang pantas dijatuhi tanggung jawab mutlak atas kejahatan lingkungan yang mereka lakukan. Misalnya, perusahaan tambang batubara di Barito Timur dan perusahaan kelapa sawit di Seruyan.
Masih lemahnya penegakan hukum atas kejahatan korporasi di tengah-tengah ketimpangan pengelolaan lahan antara perusahaan dengan masyarakat meningkatkan terjadinya kasus agraria di Kalimantan Tengah. Hal ini seperti yang disampaikan Dimas Novian Hartono, “Masih terdapat beberapa perusahaan yang belum tersentuh hukum meskipun terdapat pelanggaran-pelanggaran dan perusakan yang kerap dilakukan, hingga terjadinya konflik lahan berkepanjangan.”
WALHI Kalimantan Tengah mencatat setidaknya terdapat 344 kasus agraria di lima kabupaten/kota dampingan per Januari 2019. Lima kasus diantaranya melibatkan perusahaan tambang batubara dan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten di Seruyan, Kabupaten di Barito Timur, dan Kabupaten Kapuas. (akp)
Narahubung:
Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah – Dimas Novian Hartono (0813 5270 4704)