Tentang Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suit) Kalimantan Tengah Kepada Pemerintah Atas Terjadinya Kabut Asap Akibat Terbakarnya Hutan Dan Lahan
Pada tanggal 19 Juli 2019, Mahkamah Agung (MA) memutuskan upaya hukum Kasasi pihak Tergugat (Pemerintah) di tolak di karenakan Putusan judex facti dalam putusan tingkat Banding pada Pengadilan Tinggi Palangka Raya yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangkaraya sudah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya, menurut juru bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nanrong.[1]Putusan MA menguatkan kembali putusan Pengadilan sebelumnya, di tingkat pertama Pengadilan Negeri Palangka Raya lewat putusan No.118/Pdt.G/2016/PN.Plk, tertanggal 6 Maret 2017, menyatakan : bahwa Pihak tergugat belum secara optimal melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap khususnya di Kalimantan Tengah sebagaimana di amanahkan Undang-undang.[2] Sedangkan Putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya dengan nomer putusan 36/PDT/2017/PT/PLK, tertanggal 7 September 2017, menyatakan : bahwa para tergugat sebagai penyelengara Pemerintahan telah lalai dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk melakukan tindakan dan penanggulangan secara serius, telah melakukan perbuatan melawan hukum, serta menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya.[3]
Di tolaknya Kasasi berdasarkan asas Judex Juris
Dalam system peradilan di Indonesia mengenal dua istilah kewengan Pengadilan yaitu Judex Factie dan Judex Juris. Pengertian mengenai Judex Factie ialah kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi untuk memeriksa fakta-fakta dan bukti-bukti yang berhubungan dengan perkara yang sedang diadili. Sedangkan Judex Juris ialah kewengan Mahkamah Agung pada sidang Kasasi memeriksa penerapan hukum dari Putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi terhadap perkara tertentu dan tidak memeriksa fakta-fakta yang berhubungan dengan perkaranya.
Upaya Hukum Kasasi yang disidangkan di Mahkamah Agung secara Judex Juris akan memeriksa putusan dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi terkait pertimbangan secara cermat, alat bukti berupa surat yang diajukan di muka persidangan serta terkait kewenangan memeriksa dan memutus perkara. Merujuk kepada juru bicara MA terkait di tolaknya Kasasi mengenai gugatan asap bahwa hakim MA menyatakan sudah tepat dan benar maka bisa di yakini tidak ditemukan unsur kesalahan dalam memeriksa dan memutus perkara yang di putuskan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Palangka Raya tersebut.
Hakim mempunyai kewenangan dalam memutus perkara secara independent tanpa ada campur tangan oleh pihak lain, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 3 Ayat (2) dalam memutuskan perkara, menyatakan : Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hakim juga di anggap sebagai seseorang mengetahui semua hukum (Ius Curia Novit) dimana prinsip ini ditegaskan dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan : Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jeras, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) tidak menunda Menjalankan Putusan
Setelah ramai dan mengemuka pemberitaan mengenai putusan dari Mahkamah Agung berkaitan gugatan asap warga Negara di Kalimantan Tengah, pihak pemerintah akan mengupayakan hukum yaitu Peninjauan Kembali (PK). Aturan mengenai PK sendiri terdapat di Pasal 67 Undang-Undang tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, yang menyatakan : ”Permohonan peninjauan kembali putusan perkara perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan hanya berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
- apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
- apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
- apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut;
- apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
- apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
- apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.”
Sedangkan mengenai tengang waktu permohonan PK diatur dalam Pasal 69 Undang-Undang tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung adalah 180 (seratus delapan puluh) hari.
Apakah upaya PK menunda pihak Tergugat untuk melaksanakan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) jawabanya tidak, hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 66 Ayat (2) Undang-Undang tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, menyatakan bahwa permohonan peninjauan kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan.
Eksekusi Putusan Pengadilan
Gugatan Warga Negara atau Citizen Law Suit diatur dalam surat keputusan Mahkamah Nomor:36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakukan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup :
Gugatan Warga Negara adalah satu gugatan yang dapat diajukan oleh setiap orang terhadap satu perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan umum, dengan alasan adanya pembiaran atau tidak dilaksanakannya kewajiban hukum Pemerintah atau Organisasi Lingkungan Hidup tidak menggunakan haknya untuk menggugat.
Aturan mengenai perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Tiap perbuatan melangar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut“.
Kapan waktu eksekusi putusan perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu saat putusan tingkat pertama/Pengadilan Negeri yang tidak diajukan Banding/Pengadilan Tinggi, putusan Banding yang tidak diajukannya Kasasi dan putusan Kasasi oleh Mahkamah Agung. Bilamana mencermati putusan dari Mahkamah Agung nomer 3555K/PDT/2019 yang merupakan putusan Kasasi seharusnya putusan tersebut merupakan keputusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Mengenai eksekusi putusan Pengadilan, pada prinsip bagi pihak yang kalah dalam gugatan persidangan wajib menjalankan putusan tersebut. Namun jika pihak yang kalah tidak menjalan putusan pengadilan secara sukarela dalam kontek ini adalah pihak Tergugat, maka pihak pengugat bisa meminta pengadilan untuk menjalankan eksekusi putusan tersebut. Hal ini diatur dalam Pasal 196 HIR, yang berbunyi :
“Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.”
Kewenangan untuk melakukan eksekusi putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap berada pada Pengadilan Negeri. Apakah putusan Mahkamah Agung dengan No.3355K/PDT/2019 bisa di lakukan oleh Pengadilan Negeri Palangka Raya. Terlebih harus diuraikan mengenai sifat dari putusan pengadilan yang dapat di eksekusi, dimana dalam prakteknya terdapat 3 (sifat) yaitu : Putusan Declaratoir, Putusan Constitutief, Putusan Comdemnatoir. Dari tiga jenis sifat mengenai putusan pengadilan yang dapat di mintakan eksekusi adalah putusan yang bersifat Comdemnatoir. Putusan Comdemnatoir bisa di baca pada amar putusan pengadilan yang menyebutkan kata menghukum. Amar putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya No. 118/Pdt.G/2016/PN.Plk dalam amar putusannya menyebutkan :
- Mengabulkan gugatan para Pengugat untuk sebagian
- Menyatakan para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum
- Menghukum Tergugat I untuk menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang-Undang No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan seterusnya.[4]
Berdasarkan penjelasan singkat diatas di ketahui bahwa putusan Mahkamah Agung No.3355K/PDT/2019 telah mempunyai berkekuatan hukum tetap serta dilihat sifat dari putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya 118/Pdt.G/2016/PN.Plk, yang mana dalam amar putusan menyatakan menghukum Tergugat untuk melaksanakan sesuatu, dengan demikian putusan tersebut bersifat Comdemnatoir yang dapat dimintakan eksekusi putusan.
Rekomendasi
- Putusan Kasasi Mahkamah Agung dengan No.3555K/PDT/2019 telah mempunyai hukum tetap (inkracht van gewijsde) sehingga para Tergugat dengan secara sukarela harus menjalankan putusan pengadilan tersebut. Jika putusan Kasasi tersebut tidak juga di jalankan oleh para Tergugat maka pihak Pengugat bisa meminta Pengadilan untuk menjalankan Eksekusi Putusan.
- Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya 118/Pdt.G/2016/PN.Plk dimana dalam amar putusannya menyatakan menghukum/Comdemnatoir para Tergugat, sehingga putusan tersebut dapat dimintakan eksekusi putusan. Wewenang Pengadilan yang dapat dimintakan eksekusi bagi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Pengadilan Negeri.
- Pihak Tergugat harus segera menjalankan putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya 118/Pdt.G/2016/PN.Plk dengan sukarela.
Palangka Raya, 29 Juli 2019
Aryo Nugroho Waluyo, S.H.
Kepala (Project Base) LBH Palangka Raya
[1] https://nasional.kompas.com/read/2019/07/19/17475111/kasasi-jokowi-soal-kebakaran-hutan-ditolak-ma-ini-kata-pihak-istana
[2] Putusan PN Palangka Raya No.118/Pdt.G/2016/PN.Plk, hlm 182
[3] Putusan PT Palangka Raya No. 36/PDT/2017/PT/PLK, hlm 11-13
[4] Putusan PN Palangka Raya No.118/Pdt.G/2016/PN.Plk, hlm 191-193