Palangka Raya Lautan Asap

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun di Provinsi Kalimantan Tengah sudah seharusnya dianggap sebagai kejadian luar biasa, bukan biasa-biasa saja.

Palangka Raya, 11 Agustus 2019. Ada yang sedikit berbeda di perayaan hari raya Idul Adha tahun 2019 ini bagi masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya Kota Palangka Raya. Khusyuk solat Ied jemaah di masjid-masjid dan tanah lapang harus terganggu dengan asap yang membuat sesak. Meski ibadah memang harus tetap dijalankan, namun buruknya kualitas udara saat ini tidak bisa dianggap remeh lagi.

Tim pemadam gabungan satgas darat dan udara telah diturunkan untuk menanggulangi kebakaran. Bahkan sejak 23 Juli 2019 helikopter water bombing telah melakukan 1.900 kali pengeboman air (rri.co.id). Namun, karhutla di provinsi ini semakin meluas sejak ditetapkan berada di status darurat bencana karhutla pada Juli 2019 (republika.co.id). Sejak awal tahun 2019 terdapat 2.168 hektar luasan lahan yang terbakar (antaranews.com). Dari data hotspot LAPAN sendiri terdapat 189 hotspot di wilayah Kalimantan Tengah per 11 Agustus 2019. Kota Palangka Raya menjadi salah satu wilayah dengan titik hotspot terbanyak.

Selama satu minggu terakhir kualitas udara di Kota Palangka Raya sudah berada di ambang tidak sehat. Untuk PM 2.5 hari ini saja pada pukul 18.00 WIB berada di titik 136 µg/m³ (airvisual.com). Kualitas udara yang buruk telah berdampak pada masyarakat, terlebih bagi kelompok rentan seperti bayi, anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Menurut data yang dikumpulkan dari 126 Puskesmas yang ada di Kalimantan Tengah, Dinas Kesehatan Provinsi menyimpulkan terdapat 1.300 sampai 1.500 pasien suspek ISPA per minggu (rri.co.id).

Ayu Kusuma, manajer kampanye WALHI Kalimantan Tengah menyebut, “dari sosialisasi asap yang dilakukan oleh WALHI Kalimantan Tengah di beberapa taman kanak-kanak sekitar kota sejak awal Agustus 2019, kami menemukan banyak anak-anak yang tidak masuk karena jatuh sakit, mulai dari batuk, pilek, hingga demam.” WALHI Kalimantan Tengah telah menyalurkan ratusan bantuan masker yang difokuskan pada anak-anak usia sekolah. Namun dengan kondisi asap yang semakin tebal seperti saat ini, bantuan masker saja tidaklah cukup.

WALHI Kalimantan Tengah sendiri semakin yakin untuk mendorong Gubernur sebagai salah satu tergugat kasus gugatan asap 2015 untuk membangun rumah sakit khusus terdampak asap karhutla gratis, dan bukannya bersikeras mangkir dari tanggung jawab dengan mengajukan PK atas putusan MA (16/7/2019). Pasalnya, selama ini warga terdampak asap harus menanggung sendiri biaya pengobatan dan seringkali harus berobat ke luar provinsi. Dimas Novian Hartono, Direktur WALHI Kalimantan Tengah menegaskan, “pembangunan rumah sakit khusus paru-paru mutlak menjadi kewajiban pemerintah dan harus segera dilaksanakan!” (akp)

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *