
Isnan Sayid Maulana – Pelajar
“Indonesia bukan tentang aku, kamu, dan mereka, tapi kita. Mari kita bersama menjaga dan melestarikan alam!”
Sekolah: SMA Negeri 4 Palangka Raya
Kegemarannya untuk menulis mendorong Isnan untuk mengikuti lomba menulis keadilan iklim ini. Apalagi ia memang cenderung lebih tertarik dengan tema yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Ia prihatin terhadap kondisi alam yang semakin rusak, padahal alam berperan sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia di bumi.
Ketertarikannya yang sangat besar terhadap lingkungan inilah yang telah mengantarkannya menjadi pemenang lomba menulis keadilan iklim. Isnan pun berkesempatan untuk mengikuti field trip Rimba Terakhir. Dalam field trip Rimba Terakhir ini, impiannya akan alam yang lestari menjadi semakin besar. Ia berharap, ketentraman yang ia rasakan selama disana dapat dirasakan juga oleh banyak orang.
Tulisan
Suara Hati Alam Menyuarakan Sampah: Berbicara Tentang Kebijakan Pemerintah dan Tanggapan Masyarakat
Fiersa Besari mengatakan “Jangan hanya menikmati keindahan alam, tapi juga cintai alam dengan tidak membuang sampah sembarangan dan tidak melakukan fandalisme”. Pernahkah kita sejenak mendengarkan suara hati alam yang merintih dan meronta – ronta kesakitan terhadap apa yang telah kita lakukan kepada alam. Alam terus menyuguhkan keindahan tanpa batas sungguh ironi terhadap kelakuan kita dengan tanpa batasnya terus merusak alam dengan tindakan yang kita lakukan. Alam memberikan pesonanya melalui cerita dengan warna warninya yang memberikan makna kehidupan. Namun perlahan keindahan alam mulai berkurang seiring waktu. Lalu muncullah pertanyaan siapakah yang pantas disalahkan? Mungkin teman – teman pernah mendengar sebuah lagu dari Ebit G. Ade dengan judul lagu Berita Pada Kawan dengan lirik sebagai berikut:
Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga dengan dosa – dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
Beberapa lirik lagu yang memiliki makna tersirat yang mengatakan bahwa alam yang mulai enggan bersahabat dengan kita memberikan makna bahwa kitalah yang mulai tidak berteman dengan alam merusak alam sehingga alampun membalasnya dengan mengirimkan musibah. Pernahkah kita berfikir sejenak darimana banjir bisa datang itu semua berasal dari sampah yang berada di lingkungan kita sendiri dengan membuang sampah secara sembarangan yang mengakibatkan sampah menumpuk dan tertimbun sehingga menyebabkan banjir. Tetapi apa teman – teman tau ternyata sampah kita juga bukan berasal dari pemakaian kita sendiri, tetapi kita juga mengimpor sampah ternyata namun terbatas sesuai dengan kebijakan impor limbah Non B3.
Suara Rakyat dan Alam yang Menyuarakan Sampah
Bicara tentang sampah seakan tidak pernah habis di Indonesia, negara yang dikenal sebagai negara penghasil sampah plastik kedua terbesar di dunia ini sudah mengalami darurat sampah bagi Indonesia. Apakah teman – teman mengetahui bahwa kita tidak saja memiliki masalah pengelolaan sampah dalam negeri, tapi juga menjadi tempat pembuangan bagi sampah negara – negara maju? Plastik ke Indonesia yang semula bertujuan sebagai bahan baku industri terbukti menimbulkan masalah baru, yang menambah timbunan kotoran tak terpakai. Untuk itu, Indonesia telah berupaya mengambil tindakan yang lebih nyata, salah satunya mulai mengirim balik sampah negara maju ke negara asalnya. Negeri kita tercinta Indonesia ini telah menjadi sorotan mengkhawatirkan bagaimana tidak penanganan limbah dalam negerisajamasih belum bisa dilakukan dengan baik dengan baik,namun kita menerima impor sampah dari luar negeri terus berdatangan. Apakah Indonesia ini negara sampah sehingga negara – negara maju dengan mudahnya membuang sampah di Indonesia ?
Berdasarkan data yang diperoleh penulis di Indonesia telah terjadi peningkatan impor sampah dari 10.000 ton per bulan pada akhir 2017 menjadi 35.000 ton per bulan tahun 2018. Sementara itu, peningkatan impor sampah plastik dari 124.433 ton tahun tahun 2013 menjadi 283.152 ton tahun 2018. Di perkirakan ada lebih dari 300 kontainer yang sebagian besar mengangkut sampah plastik ke Jawa Timur setiap harinya. Indonesia bersama negara – negara Asia Tenggara lainnya telah menampung 3 persen limbah plastik global yang kebanyakan dari Amerika Serikat. Menurut data Greenpeace yang dikutip Mongabay, eksportir sampah terbanyak ke Indonesia adalah Inggris dengan sekitar 67.807 ton pada Januari – November 2018, diikuti 59.668 ton dari Jerman, 42.130 ton dari Australia, kemudian berturut- turut Amerika Serikat, Belanda, Jepang, Belgia, Prancis, Spanyol, dan Hongkong di peringkat berikutnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nurhidayati meminta pemerintah memberlakukan aturan stop impor sampah. Dia tidak memungkiri beberapa limbah masih digunakan perusahaan untuk kebutuhan industri. Nurhidayati meminta pemerintah membenahi pengelolaan sampah sehingga industri bisa memanfaatkannya tanpa harus mengimpor.Di Indonesia semua sampah masih tercampur aduk. Kalau pemerintah bisa melakukan pengolahan dengan lebih baik, misal dengan pemilahan, tentu kita punya bahan baku banyak untuk di-recycle, jadi tidak usah mengimpor lagi,” ujar Nurhidayati usai mengisi diskusi di Kekini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu, 10 Juli 2019.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya mengandung (B3), importir boleh mengimpor sampah asalkan tidak mengandung B3. Namun, Nurhidayati menilai kebijakan ini rentan disalahgunakan. “Faktanya, banyak sampah B3 masuk melalui green line,” imbuhnya. Pernyataan Nurhidayati menanggapi kasus penyelundupan limbah bermuatan B3 di Batam, Kepulauan Riau, pada Juni 2019. Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan mendapati adanya limbah B3 disusupkan masuk dalam kontainer yang berisi limbah non-B3. “Pada saat pemeriksaan ada limbah B3 padahal dokumen persetujuan impor adalah non-B3,” kata Kasi Humas Dirjen Bea Cukai Sudiro, belum lama ini. Setelah pelanggaran tersebut, Bea Cukai langsung memprosesnya untuk dikembalikan ke negara asal.
Seperti itulah masyarakat akan terus dengan lantang menyuarakan untuk pemberhentian impor sampah namun tentunya semua tindakan memiliki dampak dan akibat, tentu kita harus memikirkan apa saja hal yang terjadi terhadap apapun keputusan yang kita ambil karena kehidupan ini seperti sebuah logam yang memiliki dua sisi, ketika sisi salah satu yang terpilih tentunya ada sisi lain yang tertutupi begitu juga sebaliknya. Jadi, tentunya diharapkan seluruh elemen dapat berkolaborasi membangun negeri menjadi lebih baik dengan pemanfaatan sampah secara tepat dan bijakasana.
Ingatlah suara alam tidak akan pernah berhenti sampai dia tidak menunjukkan lagi murkanya kepada manusia. Apakah kita menyadari itu semua? Alam sudah memberikan tanda – tandanya ke kita namun dengan angkuhnya kita seolah tidak memperdulikan hal tersebut. Coba teman – teman berfikir pada saat terjadi banjir sehingga banyak sampah yang menggenang oleh siapakah sampah itu ada? Apakah teman – teman salah satu penyumbang sampah tersebut? Atau teman – temanlah agen yang selalu siap sedia dalam mengurangi sampah. Kita harus memahami dimana konsep manusia tidaklah hidup sendiri melainkan hidup bersama, saya pernah mengikuti sebuah kegiatan dimana arti perdamaian sesungguhnya adalah kita hidup harmonis antara Manusia dengan Tuhan, Manusia dengan Manusia, dan Manusia dengan Alam. Konsep inilah yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan.
Solusi Terhadap Kebijakan Impor Limbah Non B3
Ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan impor limbah non B3 maka secara tidak langsung dari kebijakan tersebut ada dampak yang ditimbulkan. Karena pada hakekatnya di dunia ini ada yang menerima dan ada yang menolak tinggal solusi yang bisa kita terapkan adalah kita bisa mengimbanginya. Kebijakan Impor Limbah Non B3 ini tentu mungkin dibaliknya terdapat manfaat positif soalnya saya pernah membaca artikel yang menyebutkan bahwa Negara Swedia membutuhkan setidaknya 2 ton sampah setiap harinya untuk pemanfaatan sebagai tenaga listrik. Berkaca dari Negara Swedia apa Indonesia membutuhkan Sampah sebagai tenaga listrik. Jawabannya bisa tidak,bisa juga iya, apa teman – teman tahu bahwa di negara kita juga terdapat energi terbarukan yang memanfaatkan sampah sebagai energi listrik namun kurangnya sinergi dan kolaborasi dari pemerintah membuat projek ini belum terekpos secara besar di Indonesia. Indonesia terkenal dengan kebhinekaannya yang terdiri dari berbagai macam aneka suku, ras, agama, kebudayaan yang lahir dan tumbuh di Indonesia. Sudah sepantasnya Indonesia layaknya sebuah pelangi yang indah terdiri dari beberapa warna namun tetap terbalut dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Permasalahan yang tidak kunjung habisnya di Indonesia ini adalah kurangnya sinergi bersama pemerintah dalam mengatasi masalah yang ada di masyarakat saya tidak bisa langsung menyalahkan pemerintah maupun masyarakat. Perlu kita jalin silahturahmi bersama melalui “Kolaborasi Pemerintah Bersama Rakyat Menuju Indonesia Emas”. Untuk membanguan kolaborasi bersama tentunya diperlukan kerjasama yang kolektif antar berbagai kalangan untuk membuat sebuah kebijakan yang tepat dan bijaksana.
Untuk mengimbangi kebijakan impor limbah non B3 tentunya kita harus mempersiapkan solusi yang kita tawarkan terhadap kebijakan tersebut saya ada melakukan diskusi dengan Ketua WALHI Kalimantan Tengah Bapak Dimas, M.Hut yang mengatakan bahwa pemerintah di beberapa daerah mulai memanfaatkan sampah sebagai bahan campuran dalam aspal dan itu terbukti kuat karena kita juga mengetahui bahwa sampah sendiri tidak bisa hilang begitu saja dibutuhkan waktu 500 tahun untuk membuat sampah plastik hancur tentunya ini merupakan salah satu ide yang dapat dilakukan. Selain itu, kita pernah merasakan kebijakan membayar kantong plastik di beberapa supermarket besar di Indonesia dengan tujuan untuk mengurangi sampah plastik yang ada karena memang sadar atau tidak sadar sampah plastik yang dihasilkan dari supermarket di Indonesia sangat banyak, namun mungkin karena adanya keluhan dari masyarakat atau adanya permasalahan sehingga kebijakan itu dihapus. Sungguh disayangkan sebenarnya karena kalo begini terus kita akan sulit untuk berkembang bukankah kita dilahirkan sebagai pemimpin, kitalah yang diutus Allah untuk menjaga bumi ini kalo kita merusaknya maka jangan kaget Alllah akan murka dan alam akan menunjukkan murkanya kepada kita.
Saya mengikuti Pramuka di sekolah dan kami diajarkan untuk pramuka di tingkat SMA yang memasuki penegak sudah mulai memahami masa dimana kita berbuat dari kita sendiri, oleh kita sendiri dan untuk kita sendiri. Lalu mengapa masalah sampah ini tidak kita buat seperti itu, mereka yang menghasilkan sampah mengapa tidak kita buat bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan sendiri. Bagaimana caranya? Pemerintah bisa bekerja sama dengan berbagai produk yang ada di masyarakat untuk membuat bank sampah mereka masing- masing jadi nanti kita bisa menukarkan sampah yang kita belanja di sana dengan suatu produk yang ada disana karena dengan begitu maka kita dapat memilah sampah tersebut dan nantinya sampah yang dikumpulkan bisa kita daur ulang sesuai kebutuhan yang kita perlukan. Kalo supermarket hampir di setiap kota ada, mengapa supermarket bank sampah tidak ada disetiap kota maka perlunya usaha untuk mengimbangi laju tersebut. Untuk membuat suatu hal yang baru tentu sulit, tapi saya yakin setiap tindakan yang kita lakukan tentu memiliki dampak yang besar apabila kita rutin melakukannya.Di sekolah saya sendiri kami sudah menerapkan no plastik di mana setiap kantin di sekolah tidak menyediakan plastik jadi untuk tempat minum menggunakan gelas maupun botol minum yang kami bawa sendiri, untuk makanan juga sudah mulai diterapkan untuk membawa bekal dari rumah. Tentunya ini sebuah langkah kecil namun apabila kita bergerak secara bersama – sama tentu ini menjadi sebuah langkah besar untuk mengimbangi kebijakan impor limbah non B3.
Satu langkah besar tidak akan berjalan tanpa langkah kecil untuk mengawalinya karena semua itu berawal dari hal kecil yang berubah menjadi langkah besar.