Pernyataan Sikap Masyarakat Sipil: Hentikan Proyek Cetak Sawah / Food Estate di Lahan Gambut Di Kalimantan Tengah, Jangan Menciptakan Malapetaka Baru!

Dalam pekan-pekan terakhir lagu lama negara diulang lagi dalam rencana “cetak sawah di lahan gambut”. Sekali lagi rakyat disuguhi janji kosong pemenuhan pangan dengan cetak sawah di lahan gambut di tengah pembiaran terjadinya alih fungsi lahan untuk kepentingan non pangan. Kriminalitas bagi petani masih terjadi  dan konflik agraria yang menggusur ruang hidup dan kedaulatan pangan rakyat terus terjadi di belahan negeri ini meskipun di masa pandemi. 

Di tengah pandemi Covid-19 pemerintah kemudian menggunakan isu krisis pangan sebagai satu alasan untuk mempercepat proyek pencetakan sawah di Kalimantan Tengah di eks Proyek Lahan Gambut sejuta hektar yang merupakan tonggak sejarah kerusakan gambut yang tidak terpulihkan dan menjadi sumber bencana lingkungan dan sumber utama kebakaran hutan lahan gambut hampir dua dekade terakhir. Upaya pemulihan  yang dilakukan selama ini tidak pernah efektif dan terus mengalami kegagalan karena tidak ada niat yang tulus  dari pemerintah untuk melakukannya. Bukannya mengambil pembelajaran dari kasus ini, Pemerintah justru kembali berencana membangun proyek food estate  seluas -/+ 300.000 ha dan memasukkannya sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional, dengan kurangnya transparansi, minimnya kajian ilmiah dan partisipasi masyarakat. Saat ini Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan coba “mengakali” hal ini dengan melakukan Rapid-KLHS yang cacat prosedur tanpa konsultasi publik sebagai upaya “pembenaran” oleh pemerintah tetapi mengabaikan hak rakyat dan kepentingan lingkungan. 

Kami meminta pemerintah untuk tidak lagi mengulangi kesalahan masa lalu dan kembali membangun malapetaka yang baru. Pemerintah harus berhenti menggunakan pandemi sebagai alasan untuk mengeksploitasi gambut. Kami menyatakan sikap MENOLAK dan mendesak diberhentikan proyek ini dengan pertimbangan mendasar, bahwa : 

Pertama, Proyek ini akan menambah kerugian negara !Karena itu, proyek ini harus dihentikan mengingat sejarah kelam di masa lalu. Sebagaimana pernah dilakukan pemerintah sebelumnya, pada saat adanya Proyek lahan gambut sejuta hektar  di masa pemerintahan orde baru yang dimulai pada tahun 1995 melalui keppres no 82/95 yang diterbitkan  oleh Presiden Soeharto yang akhirnya  diputuskan berakhir dan gagal pada tahun 1998 melalui keppres 33/98 di masa pemerintahan BJ Habibie. Kegagalan tersebut dilatarbelakangi ketidakpahaman dan kurangnya kajian sosio-ekologis pada ekosistem gambut sehingga proyek yang setidaknya menyedot APBN hingga 1,6 Triliun tersebut gagal total untuk menjadikan lumbung pangan bahkan justru sebagian wilayahnya telah berganti menjadi perkebunan sawit hingga saat ini. Ironisnya proyek ini dibangun dengan menggunakan Dana Reboisasi (DR) yang diperuntukkan bagi pemulihan hutan.  

Pasca gagalnya proyek ini setidaknya telah ada dua kebijakan penting untuk melakukan  rehabilitasi, yaitu melalui Keppres No 80/1999  yang telah mengalokasikan dana untuk pembayaran ganti rugi kepada masyarakat yang terdampak dan melalui Inpres 2/2007 yang juga mengalokasikan dana sebesar 3,9 Triliun untuk melakukan rehabilitasi lahan gambut tetapi tidak ada kejelasan tentang penggunaannya. Wilayah ini juga kemudian menjadi wilayah prioritas kerja Badan Restorasi Gambut dengan alokasi dana pemerintah dan itu tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap pengelolaan dan pemulihan kawasan dimaksud hingga saat ini. Fakta menunjukkan, bahwa hampir semua proyek food estate  di Indonesia yang bertumpu pada pembangunan skala luas dan modal dari anggaran pemeritah dengan melibatkan perusahaan terus mengalami kegagalan dan dibarengi dengan isu korupsi. Kerusakan lahan gambut juga akan memicu kerugian sosial-ekonomi akibat kebakaran hutan berikut biaya penanggulangan bencana yang akan menguras keuangan negara dan semakin memiskinkan rakyat. 

Kedua, Proyek ini merusak alam, Rakyat yang menerima akibatnya !

Maka hentikan perusakan alam, dan hentikan mengorbankan rakyat. Sebab kegagalan sistem ekonomi dan model pembangunan yang bertumpu pada ekstraksi sumberdaya alam telah mengakibatkan konsekuensi yang serius pada keberlanjutan bumi dan masa depan umat manusia. Saat ini dunia telah dihadapkan pada dua masalah yang serius yaitu krisis iklim dan kesehatan karena gagalnya pemerintah untuk melindungi kepentingan publik dan kerakusan korporasi untuk mengeruk keuntungan dengan terus merusak alam. Lahan gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik dan sangat penting bagi keseimbangan iklim dan perlindungan biodiversitas lahan basah bahkan untuk menghindari sumber penyakit zoonosis yang berasal dari pengrusakan alam.  

Rencana pembangunan food estatedi lahan gambut  kembali menunjukkan ketidakpedulian negara terhadap perlindungan ekosistem rawa gambut. Proyek ini akan memiliki konsekuensi yang serius. Negara sedang membangun masa depan yang rapuh dan malapetaka yang sengaja direncanakan oleh pemerintah sendiri. Wilayah eks PLG yang kini menjadi petaka telah menghilangkan dan mengancam biodiversitas yang tinggi seperti kayu Ramin (Gonystylus bancanus) Meranti Rawa ( Shorea balangeran)yang merupakan jenis kayu endemik di wilayah gambut, hilangnya habitat asli orangutan dan meninggalkan monumen kanal primer dan sekunder sepanjang ratusan ribu kilometer. Kanal-kanal tersebut menjadi penyebab kekeringan gambut dan sumber bencana kebakaran di lahan gambut di Kalimantan Tengah dan melepaskan emisi gas rumah kaca yang dampaknya mencapai negara tetangga. Kebakaran hutan juga telah berimplikasi serius bagi kesehatan warga seperti meningkatnya kejadian penyakit ISPA dan memicu kematian dini. 

Setelah kebakaran hebat yang terjadi pada tahun 1997 yang meluluhlantakkan wilayah ini di mana delapan puluh persen lanskap ini terbakar dan melepaskan sekitar 0,15 miliar ton karbon dan setelahnya  wilayah ini menjadi sumber api setiap tahun. Setidaknya sepanjang tahun 2015-2019 wilayah ini merupakan sumber titik api dan mengalami kebakaran seluas -/+ 465.003 Ha atau menyumbang hampir 39 % dari total 1.180.000ha luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada periode itu, di mana  lokasi kebakaran terjadi berulang di wilayah yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa sumber bencana kebakaran berasal dari wilayah ini jika dilihat dengan rasio luas kebakaran di Kalimantan Tengah. 

Kegagalan pemerintah untuk melindungi hak atas lingkungan yang sehat bahkan telah diuji di pengadilan dan menyatakan pemerintah melanggar hukum melalui putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3555/K/Pdt/ 2018 tanggal 16 Juli 2019 atas gugatan warga negara di mana meminta pemerintah untuk menerbitkan kebijakan untuk mencegah kebakaran hutan termasuk melindungi lahan gambut sebagai kawasan lindung. Upaya pembangunan food estatedi lahan gambut kembali menunjukan pengingkaran pemerintah di bawah kepemimpinan presiden Jokowi untuk membuka lahan gambut yang seharusnya dilindungi dan direhabilitasi.  

Ketiga, Seharusnya pemerintah mengembalikan urusan pangan kepada petani, dan berikan hak atas tanah. 

Setelah kegagalan PLG seharusnya pemerintah melakukan pemulihan pasca ganti rugi yang telah diberikan kepada sebagian masyarakat di wilayah ini, namun pada kenyataannya ketimpangan penguasaan lahan semakin tinggi dan konflik tanah terus  meningkat di wilayah ini. Hal ini disebabkan dengan adanya  kebijakan pemerintah yang memberikan izin untuk perkebunan sawit di sebagian besar eks- PLG bahkan menabrak aturan tata ruang dan kebijakan lainnya karena izinnya berada kawasan hutan dan fungsi lindung gambut dan atas pelanggaran di depan mata tersebut  tidak dilakukan penegakan hukum oleh pemerintah. Hal ini telah meningkatkan konflik lahan dan merampas tanah masyarakat adat serta menghancurkan sistem pertanian seperti handil, tatah, besertatabatdan perikanan tradisional sepertiBeje.  Juga turut hilang sistem adat dan kearifan lokal lainnya sebagai bentuk pertanian/ perladangan kolektif yang berkembang di masyarakat adat selama ini. Penempatan transmigrasi juga telah merubah struktur sosial dan model kepemilikan lahan di beberapa wilayah dengan mempertentangkan antara  sertifikat tanah dan tanah adat juga menjadi salah satu pemicu konflik lahan di wilayah ini. 

Atas pertimbangan- pertimbangan di atas, kami yang merupakan koalisi masyarakat sipil yang bergerak pada isu lingkungan dan hak- hak masyarakat secara tegas menyatakan sikap “Kami menolak pembangunan food estatedi lahan gambut di Kalimantan Tengah  dan juga di wilayah lainnya di Indonesia”. 

Di masa pandemi ini seharusnya pemerintah memprioritaskan sumber dayanya untuk menangani penyebaran Covid-19  yang masih terus meningkat hingga saat ini. Bersamaan dengan mengatasi bahaya langsung Covid-19, pemerintah juga harus berkolaborasi untuk mencegah perubahan iklim yang tak terkendali dengan menahan kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat. Seharusnya  pemerintah merubah secara radikal sistem pertanian dan penggunaan lahan skala luas dengan menjalankan Reforma Agraria sejati dan orientasi pemenuhan berbasiskan pada kedaulatan pangan dan kearifan lokal untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan keberlanjutan alam dalam jangka panjang. Dalam jangka waktu saat ini pemerintah seharusnya melakukan diversifikasi pangan dan mengembangkan pangan lokal yang tersebar di berbagai belahan negeri di Indonesia  dan melakukan intensifikasi di lahan-lahan yang cocok  atau di lahan eks HGU / tanah terlantar di tanah mineral yang tidak dikelola oleh perusahaan untuk mengoptimalkan produksi pangan dan melakukan mekanisasi teknologi bagi petani, dan bukan di lahan gambut yang terbukti produktivitasnya rendah dan membutuhkan teknologi yang mahal.  

Kami juga meminta pemerintah untuk menghentikan penggusuran terhadap lahan-lahan pertanian untuk pengembangan infrastruktur, investasi tambang dan perkebunan sawit yang selama ini dipraktikkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Kini saatnya sistem pertanian dan pangan dikembalikan kepada petani sebagai soko guru di negeri agraris ini.   

###

Salam Adil dan Lestari

Kontak Person :

  1. Dimas Novian Hartono  ( Walhi Kalimantan Tengah ) +62 813-5270-4704
  2. Safrudin  (Save Our Borneo) +62 811-5220-289
  3. Arie Rompas ( Greenpeace ) +08115200822
  4. Aryo Nugroho  (LBH Palangkaraya)  +62 852-5296-0916
  5. Margaretha Winda (SP Mamut Menteng) +62812 5311 0627
NoKoalisi Masyarakat Sipil
     1 Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
     2 Greenpeace Indonesia 
     3 Auriga 
     4 ELSAM
     5 Pusaka 
     6 Save Our Borneo 
     7 JPIC Kalimantan 
     8 LBH Palangkaraya 
     9 Solidaritas Perempuan Mamut Menteng Kalteng
   10 Progress
   11 Jikalahari
   12 Yayasan Betang Borneo (YBB)
   13 Yayasan Anak Dusun Papua (YADUPA)
   14 Lembaga Studi dan Advokasi HAM (ELSHAM) Papua
   15 Pantau Gambut
   16 Andi Wijaya – LBH Pekanbaru
   17 AMAN Kalteng
   18 PP MAN
   19 PB AMAN
   20 MADANI
   21 Perkumpulan Hijau – Jambi
   22 Kaoem Telapak
   23 PILNET Indonesia
   24 WALHI Kalteng
   25 Asep Y. Firdaus
   26 Gemma Ade Abimanyu – DD WALHI Kalteng
   27 Kissworo DC – WALHI Kalsel
   28 Yohana Tiko – WALHI Kaltim
   29 Nicodemus Ale – WALHI Kalbar
   30 Rere Christanto – WALHI Jatim 
   31 Ismail Alhabib – WALHI Jateng 
   32 Jessix Amundian – WALHI Babel 
   33 Halik Sandera – WALHI Yogyakarta 
   34 Riko Kurniawan – WALHI Riau 
   35 Tubagus Soleh Ahmadi – WALHI DKI Jakarta
   36 Murdani – WALHI NTB
   37 Abdul Haris – WALHI Sulteng
   38 Aiesh Rumbekwan – WALHI Papua
   39 Hairul Sobri – WALHI Sumsel
   40 Irfan Tri Mursi – WALHI Lampung
   41 I Made Juli Untung Pratama – WALHI Bali
   42 Uslaini – WALHI Sumbar
   43 Saharuddin – WALHI Sulawesi Tenggara
   44 Umbu Wulang – WALHI NTT
   45 Ahmad Rusydi Rasjid – WALHI Maluku Utara
   46 M. Nur – WALHI Aceh
   47 Muhammad Al Amin – WALHI Sulsel
   48 Rudiansyah – WALHI Jambi
   49 Meiki W Paendong – WALHI Jawa Barat
   50 Romes Ip – KALIPTRA Andalas
   51 Yohanes Akwan – Perkumpulan Bin Madag Hom Teluk Bintuni – Tanah Papua
   52 Sarah Agustio – Tim Kerja Perempuan dan Tambang
   53 Angga Septia – Perkumpulan Alami
   54 Susan Burdam (Individu)
   55 Khairuddin Zacky (PBH Kalimantan)
   56 EcoNusa 
   57 Papua Itu Kita 
   58 Perkumpulan Panah Papua
   59 Dewan Masyarakat Adat Momuna (DMAM) Papua
   60 LinkAr – Borneo
   61 Marko Mahin (Forma HOB/LSD-21)
   62 Yayasan Tanah Merdeka
   63 ICEL
   64 Konsorsium Pembaruan Agraria
   65 Elpagar 
   66 HUMA
   67 Siti Maimunah, JATAM
   68 Forest Watch Indonesia
   70 JKPP
   71 RMI
   72 IHCS
   73 Perkumpulan Bahtera Alam
   74 Agus Sutomo, Kalimantan Barat
   75 NTFP- EP Indonesia
   76 Tjatur Kukuh S – Santiri Foundation
   77 Mukti Ali, Kawal Borneo
   78 FOKER LSM Papua
   79 Fian Indonesia
   80 HaKI
   81 debtWATCH Indonesia
   82 Genesis Bengkulu
   83 PPLH Mangkubumi – Jawa Timur
   84 JPIK
   85 Roedy Haryo Widjono AMZ, Nomaden Institute CrossCultural Studies
   86 Rahman Dako, Japesda Gorontalo
   87 Solidaritas Perempuan
   88 KIARA
   89 Barid Hardiyanto
   90 Kartini Samon, GRAIN
   91 Ahmad sja, Padi Indonesia
   92 Etnika Semesta Katulistiwa kaltara
   93 LBH Papua
   94 Papuan Voices Nasional
   95 Perkumpulan Terbatas Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat  (pt.PPMA) Papua
   96 AMAN Sorong Raya
   97 Adi Syaputra Kelopak Bengkulu
   98 Papua Forest Watch (PFW)
   99 Sulteng Bergerak
 100 Jufriansyah, STABIL (Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan), Kaltim
 101 YALI Papua
 102 Yayasan YAPHI Surakarta
 103 Peruati Kalimantan Tengah
 104 Pasah Kahanjak
 105 Jaringan Perempuan Borneo 
 106 Peruati  Kalimantan Selatan
 107 Sumiati Suryani-Aliansi Perempuan Kalimantan
 108 Komunitas Dayak Voices
 109 Taibah Istiqamah
 110 Ode Rakhman
 111 Wahana Tani Mandiri
 112 RETINA Institute
 113 Paulus A. Y. D.
 114 Anton P. Wijaya
 115 April Perlindungan, Buruh Harian Lepas
 116 Fajri NS
 117 Puan Mahakam – Kalimantan Timur
 118 Komunitas Pelangi Kalimantan Selatan
 119 SKPKC Fransiska Papua
 120 Louise Theresia
 121 SKP Kame – Merauke
 122 Gemapala Fak- Fak
 123 Trend Asia
 124 Kalbis Care Share
 125 BEM FMIPA UI
 126 BEM FH UI
 127 Jaga Rimba
 128 Novita Indri
 129 KPA ARKADIA UIN JKT
 130 KMPLHK RANITA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
 131 MAGIPALA
 132 Ian Arya Danarko
 133 Brian Chafariz Nursidiq
 134 PKD MAPALA JABODETABEKA
 135 Benua Hijau Indonesia
 136 KMPA EKA CITRA UNJ
 137 Komunitas Island Not For Sale
 138 KMPA Manunggal Bhawana Institut Teknologi Indonesia
 139 MAPADIKA USNI
 140 PKW MAPALA Tangerang Selatan
 141 KMPLH Farmasi UHAMKA
 142 Rustandi Adriansyah, Lembaga Advokasi Rakyat, Palembang
 143 Juliade – LPMA
 144 Gusti Nordin Iman, Yayasan Sumpit (Kalsel)
 145 Rudy Redhani
 146 Institute for National and Democracy Studies (INDIES)
 147 Pembaru Indonesia
 148 Front Mahasiswa Nasional
 149 TuK Indonesia
 150 LEMBAH
 151 LBBT Pontianak
 152 Institut Menua Punjung (IMP)
 153 Norman Jiwan
154VIVAT INTERNATIONAL INDONESIA
155FAMM Indonesia
156Rettet den Regenwald
157SERUNI Kalteng
158SERUNI Nasional
159JARI Kalteng
160Khalisah Khalid
161AGRA Kalteng
162Yayasan Petak Danum (YPD)
163Keluarga Besar Buruh Migran Indonesia (KBMI)

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *