Kinipan Perjuangkan Hutan Adat, Tak Kunjung Dapatkan Pengakuan Negara

Pada penghujung tahun 2018 yang telah lalu beberapa media massa baik cetak dan online ramai mewartakan tentang permasalahan Hutan Adat Laman Kinipan yang berada di wilayah Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Laman merupakan sebutan yang akrab atau yang sering digunakan oleh orang Dayak Tomun mendefisinikan istilah Desa. Karena penduduk asli atau masyarakat adat yang ada di Laman Kinipan merupakan masyarakat adat Dayak Tomun. 

Perlu diketahui bahwa, Masyarakat Laman Kinipan telah mendiami wilayah adat tersebut sejak sekitar 1870. Yang mana penduduknya sudah hidup dan bermukim dengan adat budaya dan tradisi yang sudah melekat secara turun temurun. Seperti berladang, berburu, dan meramu serta mencari kayu Ulin, Bengkirai, Meranti dan kayu lainnya untuk bahan bangunan pribadi maupun pemerintah. Kemudian mencari madu hutan di pohon Tapang, mencari Damar di pohon Pantung/Pantong, dan pohon Pakit. Serta mencari obat-obatan tradisional, sampai saat ini pun masih ada dan dimanfaatkan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan.

Pemberitaan tentang persoalan Hutan Adat Laman Kinipan memicu lahirnya dukungan publik dari berbagai elemen masyarakat, baik yang berada di provinsi Kalimantan Tengah sendiri maupun di skala Nasional kepada masyarakat adat Laman Kinipan. Publik sangat menyesalkan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan yang masif membabat hutan adat Laman Kinipan. Perlu di ketahui bahwa luas wilayah hutan adat Laman Kinipan menurut penuturan masyarakat yaitu seluas 16.232 hektare dengan jumlah penduduk yang mendiaminya sebanyak 198 kepala keluarga. Hutan Adat Laman Kinipan menjadi geger karena ada permasalahan serius dengan adanya aktivitas perusahaan perkebunan sawit PT.Sawit Mandiri Lestari (PT. SML). 

PT. SML di duga kuat melakukan penyerobotan lahan diarea hutan adat Laman Kinipan seluas kurang lebih 1.242 hektare. Kejadian ini bermula pada tahun 2012 dimana pihak PT. SML mulai secara terus menerus menginformasikan kepada masyarakat adat Laman Kinipan bahwa mereka akan melakukan investasi perkebunan di wilayah Desa mereka dan beberapa Desa lainnya yang berdampingan dengan Desa Kinipan. Mendengar hal tersebut masyarakat adat Laman Kinipan kemudian mengambil sikap tegas dengan melakukan penolakan secara tertulis kepada pihak perusahaan dalam hal ini PT. SML. 

Pada April 2016 masyarakat Adat Laman Kinipan bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) merilis atau mendeklarasikan hasil pemetaan wilayah adat Laman Kinipan. Kegiatan yang berbahagia ini juga di handiri oleh Asisten III selaku perwakilan pemerintahan Kabupaten Lamandau, Anggota DPRD Kabupaten Lamandau, dan beberapa Kepala Desa atau Kepala Adat yang berbatasan dengan Desa Kinipan atau wilayah hutan adat Laman Kinipan. Saat itu tidak ada penolakkan ataupun protes dari pihak manapun atas kegiatang yang dilaksanakan. Kegiatan ini juga di lakukan masyarakat untuk mendapatkan haknya berupa pengakuan dari pemerintah daerah Kabupaten Lamandau. 

Rencana investasi PT. SML saat itu hampir tidak terdengar lagi pasca penyampaian surat penolakan yang dilakukan oleh masyarakat adat Laman Kinipan. Walaupun tetap sesekali pihak perusahaan datang ke Desa dan menjumpai masyarakat untuk mengadakan lobi-lobi, namun masyarakat adat Laman Kinipan tetap komitmen dan tegas menolak rencana investasi PT. SML. Hingga pada bulan Februari 2018, perusahaan PT.SML datang dengan alat berat dan menggusur hutan adat Laman Kinipan untuk di ganti menjadi perkebunan kelapa sawit. 

Pada 23 Mei 2018, komunitas masyarakat adat Laman Kinipan dan pemerintah desa kembali melakukan rapat. Dalam rapat tersebut diputuskan bahwa pengurus komunitas adat beserta para tokoh Laman Kinipan sepakat untuk meminta pendampingan dan bantuan hukum kepada PB AMAN, BRWA, Kantor Staf Kepresidenan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komnas HAM di Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan hutan adat Laman Kinipan. Pada 28 Mei 2018, 8 orang perwakilan masyarakat adat Laman Kinipan berangkat ke Jakarta dengan tujuan meminta penyelesaian masalah penggusuran wilayah adatnya oleh PT SML. Kemudian pada 23 September 2018, komunitas adat Laman Kinipan mengutus 10 orang tim survei untuk melihat langsung perkembangan kondisi di lapangan, tepatnya di hulu Sungai Toin. Hasilnya wilayah adat Laman Kinipan itu kembali digusur secara masif, termasuk hutan yang terbilang rimba juga digusur.

Pada tanggal 8 Oktober 2018 masyarakat adat Laman Kinipan mendatangi kantor DPRD Kabupaten Lamandau, ada tiga poin penting yang menjadi tuntutan masyarakat yaitu agar Pemerintah Daerah Kabupaten Lamandau mencabut ijin operasi PT. SML di wilayah hutan adat Laman Kinipan, kemudian agar Pemda membuat SK terkait hutan adat Laman Kinipan, dan mendesak Pemerintah membuat Perda perlindungan masyarakat adat Laman Kinipan. 

Tidak kalah dengan apa yang di lakukan oleh masyarakat Adat Laman Kinipan, pihak perusahaan pun terus membuat bantahan-bantahan mengenai pemberitaan yang menyudutkan mereka.

Rabu (26/8/2020) Effendi Buhing, Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan menjadi korban kriminalisasi. Ia dijemput paksa polisi di rumahnya di Desa Kinipan, Kecamatan Batang Kawa, Kabupaten Lamandau. Dalam video yang dikirimkan warga, terlihat Effendi Buhing sempat menolak dibawa oleh polisi. Karena penangkapan yang hendak dilakukan kepadanya tidak jelas perkaranya. Selain itu, penangkapan terhadap dirinya tanpa didahului surat pemanggilan sebagai saksi. Video tersebut juga memperlihatkan bahwa Effendi Buhing sempat menolak penangkapan atas dirinya, karena penangkapan yang hendak dilakukan tersebut tidak jelas berkaitan dengan masalah apa. Namun demikian, Polisi memaksa menangkapnya. 

Effendi Buhing diseret dari dalam rumah menuju mobil berwarna hitam yang sudah disiapkan oleh Polisi. Di dekat mobil tersebut, juga terlihat Polisi berseragam hitam dan bersenjata api laras panjang sedang berjaga. Penangkapan yang dilakukan terhadap Effendi Buhing tersebut, patut diduga terkait gencarnya penolakan yang dilakukan masyarakat adat Laman Kinipan terhadap upaya perluasan kebun sawit PT. Sawit Mandiri Lestari (PT. SML) yang membabat hutan adat milik masyarakat Kinipan. Sebelum penangkapan tersebut, eskalasi kekerasan, teror, dan berbagai bentuk itimidasi menimpa masyarakat adat Laman Kinipan, mulai dari penebangan hutan, penggusuran lahan, upaya mengkriminalisasi Kepala Desa, penangkapan terhadap 4 orang warga, hingga penangkapan terhadap Riswan pada tanggal 16 agustus 2020.

Video penangkapan Effendi Buhing tersebut menjadi viral di semua lini media sosial. Berdasarkan video viral tersebut pihak Kepolisian dan PT. SML mendapatkan hujatan serta kecaman dari publik. Karna mendapatkan tekanan yang begitu besar akhirnya pada hari kamis 27 agustus 2020 pada pukul 15.00 WIB Effendi Buhing dan 4 warga Kinipan yang sebelumnya di tangkap di bebaskan bersyarat oleh pihak Kepolisan dalam hal ini Polda Kalimantan Tengah.

Pasca dibebaskannya secara bersyarat Effendi Buhing pada tanggal 27 agustus 2020 tersebut karena besarnya tekanan publik. Effendi Buhing malah kembali mendapatkan panggilan lagi sebagai saksi dan diminta untuk memberikan keterangan pada tanggal 2 november 2020 di ruang Jatanras Ditreskrimum Polda Kalimantan Tengah dengan catatan kasus yang baru lagi. Karena saat itu posisi Effendi Buhing sedang berada di luar daerah yaitu di Jakarta, Effendi Buhing kemudian membuat janji untuk mendatangi Polda Kalimantan Tengah di saat posisi sudah balik ke Kalimantan Tengah. Beberapa kali membuat janji namun hingga saat ini proses pemanggilan serta pemeriksaan sebagai saksi belum terlaksana. 

Di Kalimantan Tengah kini, semua elemen masyarakat tengah disibukkan dengan agenda Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah dengan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Timur. Akan tetapi untuk warga yang ada di Desa Kinipan tetap melakukan pengecekkan secara rutin kondisi wilayah hutan adat mereka secara bergantian, berjaga-jaga bila sewaktu-waktu pihak PT. SML kembali beraktivitas. 

Effendi Buhing dan kawan-kawan masih berstatus tersangka oleh Polda Kalimantan Tengah hingga saat ini. Hal tersebut dikarenakan masih belum ada keluar surat secara resmi dari pihak Penyidik untuk memberikan SP3 atau pemberhentian penyidikan dan menyatakan mereka bebas tanpa syarat. Kini Effendi Buhing dan kawan-kawan masih beraktivitas seperti biasa di Desa Kinipan. Namun kehati-hatian serta rasa takut masih menghantui karena status hukum mereka belum ada kejelasan. Di duga sementara bahwa proses hukum Effendi Buhing dan kawan-kawan belum ada kejelasan sampai saat ini karena terhalang dengan adanya agenda besar PILKADA yang dimaksud di atas. (jfp)

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WordPress › Error

There has been a critical error on this website.

Learn more about troubleshooting WordPress.