Aldo Gunawan Yuluci – UU Cipta Kerja Disahkan, Buruh Lakukan Aksi
Kaum buruh menolak UU cipta kerja. Pasalnya, UU Nomor 11 tahun 2020 tersebut dinilai merugikan kaum buruh.
Undnag-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja telah disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2020. Setelah menerima salinan UU tersebut, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melakukan kajian, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan. KSPI menemukan banyak pasal yang merugikan kaum buruh.
Sisipan Pasal 88C Ayat (1) UU Cipta Kerja menyebutkan gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi. Sedangkan pasal 88C Ayat (2) menyebutkan gubernur dapat menetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu. Penggunaan frasa “dapat” dalam penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) sangat merugikan buruh.
Penghapusan UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota) dan UMSP (Upah Minimum Sektoral Provinsi) sangat jelas menyebabkan ketidakadilan. Bagaimana mungkin, sektor industri otomotif, seperti Toyota dan Astra, nilai upah minimumnya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Itulah sebabnya, di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai PDP (Perlindungan Data Pribadi) negara. Oleh karena itu, KSPI meminta UMK tetap ada tanpa syarat, serta UMSK dan UMSP tidak boleh dihilangkan. Jika ini terjadi, maka tidak ada income security(kepastian pendapatan) akibat berlakunya upah murah.
UU Nomor 11 Tahun 2020 juga menghilangkan periode batas waktu kontrak yang terdapat di dalam Pasal 59 UU Nomor 13 Tahun 2003. Akibatnya, pengusaha bisa mengontrak berulang-ulang tanpa batas periode PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau karyawan. Dengan demikian, PKWT bisa diberlakukan seumur hidup tanpa pernah diangkat menjadi PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu) karyawan tetap. Hal ini berarti, tidak adajob security(kepastian bekerja). Padahal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, batas waktu kontrak PKWT atau karyawan kontrak dibatasi maksimal 5 tahun dan maksimal 3 periode kontrak. Dengan demikian, setelah menjalani kontrak maksimal 5 tahun, maka karyawan kontrak dapat diangkat menjadi karyawan tetap apabila mempunyai kinerja yang baik. Namun, UU Nomor 11 Tahun 2020 menghilangkan kesempatan dan harapan tersebut.
Atas kajian yang dilakukan KSPI, kaum buruh melakukan penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Sebanyak 32 federasi dan konfederasi di Indonesia telah melaksanakan unjuk rasa serempak secara nasional pada tanggal 7 Oktober 2020. Unjuk rasa yang disebut “Mogok Nasional” itu diikuti sekitar 2 juta buruh dari 25 provinsi dan hampir 10 ribu perusahaan dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia. Selain aksi mogok nasional, buruh juga mengambil tindakan hukum melalui mekanisme konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku.
Referensi:
- Debore, Yantina. “Fakta Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Disahkan 5 Oktober.” Tirto.id, 7 Oktober 2020. Diakses tanggal 25 November 2020. https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/fakta-omnibus-law-uu-cipta-kerja-yang-disahkan-5-oktober-f5Fg.
- Very. “Resmi Berlaku, Buruh Minta UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Dibatalkan atau Dicabut.” Indonews.id, 3 November 2020. Diakses tanggal 25 November 2020. https://indonews.id/mobile/artikel/313571/Resmi-Berlaku-Buruh-Minta-UU-No-11-Tahun-2020-tentang-Cipta-Kerja-Dibatalkan-atau-Dicabut/.
- Vero, Adit. “Inilah Beberapa Alasan Terkait Penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.” Wartakepri.co.id,8 Oktober 2020. Diaksestanggal 25 November 2020.https://wartakepri.co.id/2020/10/08/inilah-beberapa-alasan-terkait-penolakan-omnibus-law-ruu-cipta-kerja-di/.
- Putsanra, Dipna Videlia. “Isi UU Omnibus Law Cipta Kerja PDF: Link Download Usai Disahkan DPR.” Tirto.id,3 November 2020. Diaksestanggal 25 November 2020.https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/isi-uu-omnibus-law-cipta-kerja-pdf-link-download-usai-disahkan-dpr-f5BZ.
M. Ali Rahman – Taman Nasional Komodo Dipoles Menjadi Kawasan Wisata Premium Senilai Rp 371,6 M
Pemerintah tengah membangun Wisata Premium di Taman Nasional Komodo. Proyek wisata tersebut berpotensi mengubah kealamiahan Taman Nasional.
Taman Nasional Komodo terletak di daerah administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur. Taman Nasional ini terdiri dari tiga pulau besar, yakni Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, serta beberapa pulau kecil. Wilayah darat Taman Nasional ini seluas 603 km2, dengan wilayah total seluas 1817 km2. Taman Nasional Komodo merupakan habitat asli hewan endemik Indonesia, komodo. Kawasan ini akan dijadikan Kawasan Wisata Premium senilai Rp 371,6 M oleh Pemerintah.
Sebelum dilakukan pembangunan, sejumlah kajian telah dilakukan. Kajian yang dilakukan didasarkan pada scientific base, evidence basedan experience baseoleh para ahli. Empat hal yang ditekankan Pemerintah dalam proyek pembangunan ini, yaitu terpeliharanya habitat, meningkatnya populasi, daya dukung yang memadai, dan keseimbangan antara manusia dan komodo.
Proses konsultasi publik telah beberapa kali dilaksanakan dengan beberapa pihak di pulau Komodo. Pada 2018, 2019, dan 2020 terjadi peningkatan populasi di pulau tersebut, walaupun ada proyek pembangunan. Wisata Premium akan di bangun di tiga Pulau utama Taman Nasional Komodo, yaitu Pulau Komodo, Rinca, dan Padar.
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) bersama 8 komunitas masyarakat menolak proyek wisata premium tersebut. Mereka menilai pembangunan berbasis investor semacam itu akan menghilangkan kealamian di Taman Nasional Komodo. Keberatan terutama dikarenakan pemberian izin usaha wisata alam di kawasan suaka margasatwa juga dibarengi dengan masuknya investasi. Kawasan Taman Nasional Komodo seharusnya diprioritaskan untuk wisata berbasis komunitas yang minim infrastruktur.
Pulau Rinca yang merupakan habitat asli komodo juga terancam hilang kealamiahannya. Pembangunan sarana prasarana wisata premium berpotensi menghilangkan kealamiahan habitat komodo di pulau Rinca. Namun, Pemerintah justru lebih mengutamakan kenyamanan pengunjung daripada kealamiahan hidup Komodo.
Referensi
- https://id.wikipedia.org/wiki/Taman_Nasional_Komodo
- https://republika.co.id/berita/qkdq2p330/klhk-pembangunan-sarpras-taman-nasional-komodo-segera-kelar
- https://bisnis.tempo.co/read/1408165/dpr-didesak-gagalkan-wisata-premium-us-1-000-di-pulau-komodo
- https://www.merdeka.com/khas/terancam-proyek-geopark-pulau-komodo.html
- https://www.trenasia.com/dipoles-rp3716-miliar-labuan-bajo-bakal-jadi-wisata-premium
Cahyono – Masa Depan Lingkungan Kotawaringin Timur Terancam Suap Perizinan
Bupati Kotim diduga menerima suap perizinan. Korupsi perizinan merupakan salah satu penyumbang kerusakan lingkungan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi, sebagai tersangka atas dugaan suap. Suap tersebut melibatkan PT Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI) dan PT Aries Iron Mining (AIM). Ia diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31tahun 1999 atau UU 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Kerugian negara diduga mencapai Rp5,8 triliun dan $711.000 (tujuh ratus sebelas ribu dolar). Febri Diansyah, Juru bicara KPK, mengatakan “ini kasus korupsi dengan potensi kerugian negara sangat besar sektor sumber daya alam. Kerugian negara mencapai Rp5,4 triliun yang diterima tersangka sekitar Rp 2,56 miliar.’’
Kajian KPK menemukan sejumlah persoalan dari dugaan suap Supian Hadi. Antara lain, tumpang tindih wilayah, potensi kerugian keuangan negara dari praktek bisnis melanggar aturan, seperti penunggakan pajak, royalti yang tidak dibayar, dan tidak berjalannya jaminan reklamasi pasca tambang.
Pelanggaran yang terjadi berdampak pada kerusakan lingkungan, kerugian sektor kehutanan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, kerusakan habitat flora dan fauna, serta berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat Kotawaringin Timur. Aleksander Marwata mengatakan proses perizinan menjadi titik rawan terjadinya tindak pidana Korupsi (tipikor) yang berujung pada kerusakan lingkungan.
Kasus bupati Kotawaringin Timur ini, menambah catatan kelam oknum pejabat pemerintah yang menggunakan wewenangnya untuk melegalkan perizinan usaha. Pejabat semestinya memperhatikan keadaan lingkungan, bukannya membiarkan perusahaan melanggar aturan.
Referensi:
‘’Kerugian Negara Akibat Korupsi Izin Tambang Supian Hadi Lebih Kasus E-KTP’’. Suara.com, 02 Februari 2019. Diakses 24 November 2020 https://www.suara.com/news/2019/02/02/021500/kerugian-negara-akibat-korupsi-izin-tambang-supian-hadi-lebih-kasus-e-ktp
‘’KPK Kembali Panggil Bupati Kotawaringin Timur sebagai Tersangka’’.
Kompas, 24 Agustus 2020. Diakses 24 November 2020, https://nasional.kompas.com/read/2020/08/24/11111431/kpk-kembali-panggil-bupati-kotawaringin-timur-sebagai-tersangka
Kamelia – Bupati Kotim Ditetapkan Tersangka Korupsi Tambang
Bupati Kotawaringin Timur ditetapkan sebagai tersangka dalam korupsi tambang. Kerugian yang ditimbulkan diduga mencapai Rp 5,8 triliun dan 711.000 dolar Amerika.
Pada hari rabu (22/7/2020) penyelidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bupati Kotawaringin Timur, Supian Hadi. Supian merupakan tersangka kasus dugaan suap terkait pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Kotawaringin Timurtahun 2010-2012. Ia akan diperiksa sebagai tersangka oleh Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri pada Senin (24/8/2020).
Supian diduga melanggar pasal 2 ayat (1) pasal 3 UU Nomor31 tahun 1999 sebagaimana dengan UU Nomor20 tahun 2001 tentang PemberantasanTindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Supian juga diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Ia menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Pada 2014, Save Our Borneo (SOB) melaporkan kasus dugaan korupsi perusahaan tambang, PT Fajar Mentaya Abadi (PT FMA) di Kotawaringin Timur kepada KPK. SOB mendesak KPK juga mengusut perusahaan tambang yang lain dan perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur, yang sebagian besar perizinan keluar pada masa kepemimpinan Supian Hadi.
Pada awal tahun 2010-2015, Supian mengangkat teman-teman dekatnya yang merupakan satu tim suksesnya sebagai direktur dan direktur utama PT FMA. Mereka mendapat jatah saham sebesar 5% per orang. Pada Maret 2011, Supian memberikan keputusan izin usaha pertambangan kepada PT FMA untuk beroperasi produksi seluas 1.671 hektar. Dan parahnya izin tersebut terdapat pada kawasan hutan, tanpa izin lingkungan dan persyaratan lainnya.
Akibat dari perbuatan Sufian dalam pemberian izin usaha pertambangan atas nama PT. FMA, itu tidak sesuai ketentuan. Menurut ahli pertambangan diduga menimbulkan kerugian keuangan negara yang dihitung dari nilai hasil produksi yang diperoleh secara melawan hukum, kerusakan lingkungan dan kerugian sektor kehutanan.
Selain PT FMA, Supian juga memberikan izin eksplorasi kepada PT Billy Indonesia (BI) pada Desember 2010. Izin ini diberikan tanpa lelang wilayah izin pertambangan. Pada Februari 2013, Supian juga menerbitkan keputusan peningkatan IUPeksplorasi menjadiIUP operasi produksi.
Izin diberikan meskipun tanpa dilengkapi dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). April 2013, Supian menerbitkan keputusan izin lingkungan IUP bauksit PT BI dan keputusan mengenai lingkungan rencana pertambangan bauksit. Baru setelah beroperasi, izin lingkungan itu dikeluarkan. Berdasarkan perizinan itu sejak Oktober 2013, PT BI telah mengekspor bauksit.
Perusahaan lain yang izinnya dikeluarkanoleh Supian, yaitu PT Aries Iron Mining (AIM). Supian menerbitkan IUP eksplorasi AIM pada April 2011 tanpa proses lelang wilayah pertambangan. Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, menyampaikan akibat perbuatan Supian, eksplorasi PT AIM telah merusak lingkungan dan diduga menimbulkan kerugian lingkungan. Dia mengatakan, potensi kerugian keuangan negara dari penerbitan izin tambang ini mencapai Rp5,8 triliun dan US%711.000. Dihitung berdasarkan hasil eksploitasi pertambangan bauksit, juga kerusakan lingkungan dan kehutanan.
Menurut Laode, Supian, jugadiduga menerima suap dari ketiga perusahaan melalui pihak ketiga. Jenis suap antara lain satu mobil Toyota Land Cruiser Rp 710 juta, satu mobil Hammer H3 Rp1,35 miliar dan uang Rp500 juta. KPK prihatin atas kondisi ini, kekayaan alam negeri yang melimpah dikuasai hanya sekelompok pengusaha.
Kajian sumber daya alam yang dilakukan KPK menemukan sejumlah persoalan terkait tumpang tindih wilayah, potensi kerugian keuangan negara dari praktik bisnis tak beretika, dan melanggar aturan, seperti menunggak pajak, tak bayar royalti, dan tidak jalankan jaminan reklamasi pasca tambang.
Febri Diansyah, Juru Bicara KPK, mengatakan bahwa penyelidikan perkara ini cukup lamadanbermula dari laporan masyarakat. PT FMA, PT BI, dan PT AIM. Kerugian keuangan negara akibat ulah Supian karena penerbitan izin tambang itu mencapai Rp 5,8 triliun dan 711.000 Amerika.
Paschalia Retnoningtyas Surbakti – Pembangunan Pariwisata di Pulau Rinca Merusak Habitat Komodo
Pemerintah NTT membangun kawasan wisata “Jurassic Park” di Pulau Rinca. Proyek ini dinilai berdampak buruk terhadap kelestarian lingkungan dan habitat komodo.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menata dan mengembangkan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proyek pembangunan kawasan wisata yang bertepat di Pulau Rinca ini, akan didesain seperti taman dinosourus di film “Jurassic Park”. Pembangunan ini sudah mendapatkan izin dari Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Penataan kawasan di Pulau Rinca, terdiri dari beberapa rencana pembangunan yakni Dermaga Loh Buaya, Bangunan pengaman pantai, elevated deck, pusat informasi serta penginapan ranger, guidedan peneliti. Bangunan ini dirancang setinggi 2 meter agar tidak mengganggu aktivitas komodo dan hewan lain yang melintas serta melindungi keselamatan pengunjung.
Tujuan dari pembangunan ini adalah untuk mengembangkan potensi alam di Kawasan Taman Alam Komodo. Pembangunan ini dianggap sebagai peluang bagus untuk mendirikan destinasi baru dan menarik wisatawan. Dengan adanya proyek ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat sekitar.
Pulau Rinca merupakan salah satu pulau di Kawasan Taman Alam Komodo. Pulau yang menjadi target utama pembangunan ini, popular sebagai tempat konservasi yang memiliki 45 lubang habitat komodo, yang disetiap lubang dihuni sekitar 70 ekor komodo. Namun, rencana pembangunan wilayah di kawasan Taman Nasional Komodo ini mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Baik dari masyarakat lokal maupun aktivis peduli lingkungan hidup serta pemerhati wisata alam.
Pembangunan memang bertujuan untuk meningkatkaan perekonomian masyarakat sekitar dan meningkatkan kualitas Taman Wisata Komodo. Namun, proyek ini justru dianggap dapat menganggu habitat asli Komodo. Pasalnya, dari proses pembangunan proyek telah berdampak serius bagi satwa langka Komodo dan ekosistem sekitarnya.
Beberapa proyek yang mendapat perhatian khusus, antara lainpembangunan sarana dan prasarana berkonsep geoparkdi Loh Liang. Proyek ini memiliki anggaran Rp 67 miliar pada 2020. Pembangunan terdiri dari gedung-gedung dan konstruksi beton, yang tak selaras prinsip konservasi. Ada juga pengeboran sumur dalam yang berakibat dapat merebut sumber air satwa dan merusak vegetasi bentang alam di Pulau Rinca.
Kemudian adanya kejanggalan yakni Pemerintah memberikan izin kepada tiga perusahaan swasta untuk membangun resortdan sarana bisnis pariwisata lain di lahan seluas 470,7 hektar di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar dan Pulau Tatawa. Kawasan tersebut merupakan zona konservasi yang sudah berubah menjadi zona pemanfaatan.
Hingga saat ini banyak cara yang sudah dilakukan berbagai elemen masyarakat dalam menyampaikan protes kepada pemerintah. Salah satunya dengan menandatangani petisi agar menghentikan pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo.
“Cabut semua izin resorteksklusif dan izin lainnya (IUPSWA dan IUPJWA) dari TN Komodo. Ini wilayah konservasi yang sangat khusus.” Demikian pernyataan poin pertama dalam petisi #Selamatkankomodo, Jakarta, Sabtu,(31/10/2020).
Petisi yang dibuat oleh masyarakat dengan judul #Selamatkankomodo ini sengaja dibuat oleh masyarakat pecinta taman nasional komodo. Petisi ini ditujukan langsung kepada Presiden Jokowi dan Kementerian terkait seperti Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama, dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basoeki Hadimoeljono.
Walaupun sudah menerima banyak kritikan dan juga penolakan dari berbagai elemen masyarakat, pemerintah daerah dan pusat tetap melanjutkan pembangunan proyek ini dengan pengawasan ketat agar tidak merusak habitat komodo apalagi sampai membunuh hewan langka yang hanya ada di Indonesia. Seperti yang dikatakan Kepala Balai Taman Nasional Komodo (TNK), Lukita Awang Nistyantara, “Briefingharian secara konsisten dilakukan oleh petugas, pekerja maupun pengawas pembangunan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang berdampak negatif terhadap keselamatan satwa, khususnya satwa komodo”.
Referensi:
“Pembangunan Jurassic Park dan Kelangsungan Hidup Komodo,”Tempo, 25 September 2020. Diakses 24 November 2020,link.https://nasional.kompas.com/read/2020/10/27/07472221/pembangunan-jurassic-park-dan-kelangsungan-hidup-komodo
“Protes Kelola Wisata TN Komodo, Mereka Kirim Surat ke Badan Kebudayaan dan Lingkungan PBB,”Mongobay, 20 September 2020. Diakses 24 November 2020, link.https://www.mongabay.co.id/2020/09/20/protes-kelola-wisata-tn-komodo-mereka-kirim-surat-ke-badan-kebudayaan-dan-lingkungan-pbb.
“NTT Jelaskan Konsep Pembangunan di Pulau Rinca Komodo, Bukan Jurassic Park,”Tempo, 27 Oktober 2020. Diakses 25 November 2020, link https://travel.tempo.co/read/1399974/ntt-jelaskan-konsep-pembangunan-di-pulau-rinca-komodo-bukan-jurassic-park
“Pengamat Pariwisata Kritik Pembangunan di Pulau Komodo,”Republika,28 Oktober 2020. Diakses 24 November 2020, link https://republika.co.id/berita/qiwnho370/pengamat-pariwisata-kritik-pembangunan-di-pulau-komodo
“Jurassic Park Komodo’ di Rinca: ‘Harap tenang’, namun truk keluar masuk, pembangunan resor dikritik tak perhatikan keselamatan reptil purba setelah muncul foto viral,”BBC News, 26 Oktober 2020. Diakses 25 November 2020, link https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54693351
Sania Fransiska Br Ginting – Dampak Omnibuslaw terhadap Lingkungan
UU Cipta Kerja merevisi beberapa pasal UU terkait lingkungan. Aktivis menilai bahwa UU tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan.
UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 5 Oktober 2020. UU tersebut menyederhanakan lebih dari 70 pasal dari 11 klaster. Penyederhanaan yang dilakukan bertujuan untuk memudahkan investasi dan mendorong terciptanya lapangan kerja.
Lingkungan hidup menjadi salah satu sektor yang terdampak penyederhanaan UU Cipta Kerja. Sejumlah perubahan krusial dilakukan. Pertama, revisi kewajiban pengusaha terkait AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dalam UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 36 UU Nomor 32 tahun 2009, AMDAL menjadi syarat bagi pengusaha untuk melakukan kegiatan usahannya. Namun, setelah direvisi ketentuan pasal 36 tersebut dihapus.
Kedua, perubahan pada pasal 18 ayat 2 UU Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang berbunyi “luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana yang dimaksud minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan pulau”. Pasal tersebut diubah secara signifikan. Batasan minimal 30% kawasan hutan dihapus dalam UU Cipta Kerja.
Ketiga, pasal 88 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikenal dengan pasal pertanggungjawaban mutlak. Dalam draf RUU Cipta Kerja, pasal itu diubah. Pemerintah lebih melindungi keberlangsungan korporasi dibandingkan upaya penegakan hukum secara mutlak.
Atas revisi sejumlah pasal diatas, Aktivis menilai UU tersebut berdampak buruk terhadap lingkungan. Kalangan aktivis menyoroti dominasi investor. Instrumen perizinan yang diantur UU cipta kerja memudahkan investor berinvestasi tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan hidup. UU Cipta Kerja lebih banyak memuat pasal yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat, tapi menguntungkan pengusaha.
Wena Helda – Food Estate Berpotensi Menyebabkan Deforestasi
KLHK menyetujui Hutan Lindung menjadi proyek food estateatau lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Kalangan pegiat lingkungan menilai proyek ini berdampak buruk bagi lingkungan dan hutan.
Food Estateatau lumbung pangan adalah program jangka panjang Pemerintah Indonesia. Sebelumnya rencana food estatepertama kali direncanakan di masa Pemerintah Presiden Soeharto, yaitu Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah. Proyek ini ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dalam mengantisipasi krisis pangan di Indonesia.
Proyek food estate direncanakan akan dilaksanakan di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, seluas 168.000 hektar. Pemerintah telah mulai menjalankan proyek ini melalui Peraturan Menteri KLHK nomor P.24/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Membangun Proyek Food Estate.
Menurut aktivis lingkungan, proyek ini justru berpotensi meningkatkan laju deforestasi. Dari dampak perluasan deforestasi tersebut, banyak kawasan hutan beralih fungsi. Salah satunya hutan lindung yang menghadapi alih fungsi. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan yang mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Seharusnya KLHK berperan penting dalam pengembalian kawasan hutan yang hilang sebagai penyangga ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan. Namun, KLHK menyampaikan, kawasan lindung yang dibuka merupakan kawasan yang sudah terintegrasi atau tegakan pohonnya sudah tidak ada.
Kalangan aktivis mengingatkan Pemerintah tentang kegagalan proyek PLG. Proyek lumbung pangan serupa pada masa Orde Baru tersebut banyak mengakibatkan kerugian bagi negara, masyarakat, dan lingkungan. Kegagalan proyek tersebut masih menyisakan trauma yang sangat besar bagi masyarakat sekitar yang terdampak. Meski proyek food estateini dimaksudkan sebagai penyedia cadangan makanan nasional, tetapi pembukaan kawasan hutan besar-besaran tetap tidak tepat. Kerusakan lingkungan akan berakibat pada bencana ekologis.
Referensi:
“Menilik Proyek Food Estate di Indonesia yang Disebut Jokowi dalam Pidato Kenegaraan,” Kompas, 14 Agustus 2020. Diakses 24 November 2020, https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/14/200300265/menilik-proyek-food-estate-di-indonesia-yang-disebut-jokowi-dalam-pidato?page=all#page2
“Kawasan Hutan untuk Food Estate, Pegiat Lingkungan: Peluang Deforestasi Sangat Terbuka,” Mongabay, 20 November 2020. Diakses 24 November 2020, https://www.mongabay.co.id/2020/11/20/kawasan-hutan-untuk-food-estate-pegiat-lingkungan-peluang-deforestasi-sangat-terbuka/
“Food estate: Proyek lumbung pangan di hutan lindung, pegiat lingkungan peringatkan bencana dan konflik dengan masyarakat adat ‘tidak terhindarkan,” BBC News Indonesia, 19 November 2020. Diakses 24 November 2020, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54990753