#PulihkanBumi, Lindungi Pejuang Lingkungan!

Jaringan Regional Pejuang Lingkungan Memperingati Hari Bumi Sedunia

“#PulihkanBumi berarti melindungi para pejuang lingkungan!”

Kelompok jaringan kampanye solidaritas regional Asia Pacific Network of Environment Defenders atau Jaringan Pembela Lingkungan Asia Pasifik (APNED) menyerukan tindakan segera terhadap penjahat lingkungan dan penyerangan sistemik pada peringatan ke-51Hari Bumi Sedunia.

APNED mencatat bahwa penambangan skala besar, bendungan raksasa, dan agribisnis mengganggu keseimbangan ekologis, serta mengganggu cara hidup masyarakat. Perampasan sumber daya alam secara intensif menyebabkan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat, pedesaan, dan petani. Pembiaran terhadap peningkatan investasi asing berakibat pada development aggression atau agresi/penyerangan yang disebabkan oleh pembangunan yang berujung pada penyingkiran dan pelenyapan masyarakat adat dari wilayahnya.

Reclaiming the Narrative (Mengambil Alih Narasi)

Narasi yang seringkali digunakan oleh oknum-oknum perusahaan dan negara atas suara-suara kritik dan perlawanan terhadap agresi pembangunan dan perampasan sumber daya alam adalah “anti pembangunan” atau lebih buruk lagi; mereka diberi label sebagai “pemberontak” dan “teroris.” APNED sendiri telah mendokumentasikan perjuangan dan kemenangan para pejuang lingkungan melawan mereka yang bertanggungjawab atas agresi.

Mengambil Alih Narasi atau “Reclaiming the Narrative” merangkum perjuangan pejuang lingkungan di Kamboja, Myanmar, Thailand, Indonesia, dan Filipina. Bersama rekan-rekan kolaborator, laporan tersebut menyoroti pengalaman kolektif masyarakat dalam mempertahankan komunitas dan lingkungannya.

Special Rapporteur atau Pelapor Khusus Hak Asasi Manusia (HAM) dan lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Dr. David Boyd mengatakan dalam kata pengantar bahwa “Apa yang dibutuhkan saat ini, dengan segera, adalah lebih dari sekedar kata-kata dan deklarasi. Kita membutuhkan negara-negara dan para pelaku usaha untuk mengambil tindakan dalam melindungi pejuang lingkungan yang tengah terancam. Kita membutuhkan implementasi langsung dari mekanisme perlindungan nasional yang tersedia dan penegakkan atas aturan-aturan hukum yang telah ada.”

Unrest in the Mekong Region (Kekacauan di Mekong)

Di Kamboja, pejuang lingkungan diserang. “Ada situasi berbahaya yang mengancam para pejuang lingkungan, dimana tujuh diantaranya telah tewas terbunuh sejak tahun 2014 hingga 2019. Kami memaksimalkan kampanye-kampanye solidaritas dan media sosial untuk mengekspos dan melawan kebijakan yang merugikan hutan dan masyarakat,” terang Ngoun Yemvedtey dari Not1more Kamboja.

Di Thailand, junta militer menerapkan kebijakan dan regulasi yang mengakibatkan perampasan lahan besar-besaran demi investasi langsung asing. Sor. Rattanamee Polkla, seorang pengacara lingkungan dan  Koordinator Eksekutif Community Resource Centre, mengatakan bahwa masyarakat tidak gentar dan justru bangkit bersama, “Bersatu menjadi satu-satunya senjata kami. Kami telah membuktikan dalam jumlah terdapat kekuatan, kami telah berhasil membuat para pelaku pencemaran membayar perbuatan mereka melalui pertarungan di pengadilan yang didukung dengan kampanye massal.”

Dampak buruk dari investasi asing dalam aktifitas yang merusak lingkungan telah meningkatkan konflik internal yang telah lebih dulu ada di antara etnis minoritas dan alat keamanan negara, khususnya di Myanmar. Saw Tha Phoe dari  Karen Rivers Watch mengungkapkan, “Saw Tha Mee dan Saw Oo Moo adalah ketua masyarakat adat Karen. Mereka berjuang melestarikan keragaman hayati hutan dan margasatwa melalui cara-cara tradisional di Salween Peace Park, Negara Bagian Karen, dan militer Burma telah membunuh mereka. Kematian mereka merupakan kehilangan besar bagi rakyat Karen dan generasi masa depan masyarakat adat di seluruh dunia. Jumlah pejuang lingkungan semakin menyusut dengan hilangnya hutan-hutan kami. Ini adalah tantangan bagi generasi masa depan, untuk meneruskan warisan perjuangan Saw The Mee dan Saw Oo Moo.”

APNED, bersama aliansi dan rekan, memulai kampanye solidaritas #StandWithMyanmar hari ini sebagai respon atas pengambilalihan oleh militer yang menyasar gerakan-gerakan sosial, pejuang lingkungan, termasuk wilayah Karen. Karen Environmental Social Action Network (KESAN) melaporkan sebanyak 700 orang telah terbunuh, sedangkan 3.000 orang lainnya terlantar dan mencari perlindungan ke hutan dekat perbatasan Myanmar – Thailand.

Unite against common aggressors (Bersatu Melawan Musuh yang Sama)

Laporan tersebut juga telah mendokumentasikan agribisnis atau bisnis berbasis usaha pertanian yang memfasilitasi perampasan lahan yang meluas di masyarakat pedesaan dan masyarakat adat di Indonesia. Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah, Dimas N. Hartono menjelaskan, “Organisasi masyarakat telah melaporkan sejumlah pihak swasta dan oknum-oknum keamanan negara yang dimanfaatkan untuk melancarkan serangan-serangan ini.” Ia menambahkan bahwa pertarungan di pengadilan, aksi protes, dan dokumentasi atas pelanggaran-pelanggaran HAM, telah memperkuat gerakan mereka dalam membela pejuang lingkungan.

Filipina terus menderita akibat penyebaran wabah COVID-19 di Asia Tenggara; pendekatan militer yang dilakukan oleh Presiden Duterte dalam menangani krisis kesehatan telah terbukti tidak efektif. “Lebih buruk lagi, pandemi dijadikan alat untuk menyasar para pengkritik, aktivis, serta oposisi,” kata Lia Mai Torres, anggota Sekretariat APNED dan Direktur Eksekutif Center for Environmental Campaigns (CEC) – Filipina.

Pokok permasalahan dari agresi yang terjadi adalah konflik sumber daya alam yang semakin intens dimana dorongan terhadap profit telah meningkatkan produksi industri yang tidak berkelanjutan dan eksploitasi sumber daya alam. “Sistem ekonomi pasar bebas atau neoliberalisme telah melewati ambang batas planet bumi, sehingga berdampak pada krisis iklim,” terang Alonzo.

Dalam peringatan Hari Bumi Sedunia, kelompok ini mengajak untuk menantang dan mengubah narasi dan persepsi terhadap pejuang lingkungan, menggarisbawahi peran mereka sebagai pelindung lingkungan dan HAM, serta pendorong pembangunan yang sejati. “Melalui aksi yang berkesinambungan dari komunitas akar rumput, gerakan nasional, dan solidaritas internasional tercipta harapan dan sumber-sumber inspirasi,” kelompok ini menyimpulkan.

###

Reclaiming the Narrative adalah sebuah publikasi yang dikeluarkan oleh APNED dan CEC, berkolaborasi dengan Not1More (N1M) Kamboja, Walhi Kalimantan Tengah, Karen Environmental and Social Action Network (KESAN), ENLAWTHAI Foundation(EnLAW) Thailand, Ecological Alert, Recovery – Thailand (EARTH), dan Community Resources Centre (CRC) – Thailand.

Tulisan ini merupakan versi Bahasa Indonesia dari Rilis APNED:

Laporan Kajian APNED:

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *