PRESS RELEASE – DIANGGAP GAGAL, WALHI KALTENG DESAK PEMERINTAH HENTIKAN PROGRAM FOOD ESTATE DI KALIMANTAN TENGAH

Palangka Raya, 9 Oktober 2022 – Dua tahun berjalan, proyek food estate di Kalimantan Tengah gagal dan memperparah kerusakan lingkungan. Sehingga proyek tersebut harus dihentikan dan pemerintah harus melakukan pemulihan lingkungan.

Dalam upaya peningkatan hasil pertanian, pemerintah melalui program strategi nasional food estate melakukan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian dengan total lahan mencapai 165.000 hektar di Kalimantan Tengah. Setelah dua tahun berjalan, proyek food estate ini tidak menjawab kebutuhan petani, hanya menambah kebingungan bagi petani tentang pola pertanian yang dibangun oleh pemerintah.

Pemaksaan perubahan pola tanam dua kali menjadi tiga kali (IP300) dalam setahun justru berakhir celaka karena pola pertanian ini tidak berhasil dan mengakibatkan gagal panen di periode tanam pertama, serta hasil produksi yang tidak maksimal di periode tanam selanjutnya. Saat ini petani di lokasi food estate untuk intensifikasi seperti desa Belanti Siam dan Gadabung Kecamatan Pandih Batu, Pulang Pisau kembali menggunakan pola tanam (IP 200), atau pola pertanian dua kali tanam dalam satu tahun.

Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Tengah, Bayu Herinata mengatakan “Target peningkatan hasil pertanian untuk mensejahterakan petani nyata tidak terpenuhi, bukan untung, petani malah buntung”.

WALHI Kalimantan Tengah juga menemukan implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di banyak lokasi yang tidak berjalan maksimal, seperti desa Pilang Kecamatan Jabiren Raya berjalan tidak maksimal. pasalnya, dimana pemberian saprodi yang terlambat dan yang lainya adalah benih padi yang diterima petani sebelum pembukaan lahan dilakukan, alhasil banyak pupuk yang rusak dan juga benih yang tersebut kadaluarsa saat lahan sudah dibuka. Pembukaan lahan untuk ekstensifikasi pun mendapat keluhan dari masyarakat yang lahannya masuk dalam proyek food estate, disebabkan pembukaan yang dilakukan menurut petani lahannya tidak siap untuk ditanam, karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan, serta saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian.

Kegiatan ekstensifikasi juga bermasalah dengan masyarakat di banyak lokasi terkait tidak terbuka informasi proyek dan minim partisipatif, seperti di desa Kalumpang, Talekung Punei dan Mantangai Hulu, dimana masyarakat banyak yang tidak mengetahui jika lahan atau kebun nya di masukan dalam lahan untuk ekstensifikasi, sehingga terjadi penolakan oleh masyarakat, serta ada juga yang terpaksa untuk bergabung dalam proyek food estate karena lahannya sudah terlanjur digusur.

“pemerintah harus menghentikan upaya perluasan atau ekstensifikasi lahan food estate di kawasan gambut dan kawasan hutan di Kalteng, selain itu juga menghentikan dan mengevaluasi terkait kegiatan intensifikasi yang dilakukan di kawasan gambut di Ex-PLG. pembukaan hutan dan gambut di kawasan hutan hanya akan memperparah kerusakan lingkungan dan kondisi darurat ekologis di kalteng” tambah Bayu.

Ia menyoroti pembukaan kawasan hutan seluas 600 ha dari luas Area of Interest seluas 32.000 ha justru menimbulkan dampak kerusakan lingkungan karena terjadi banjir yang melanda desa-desa terdekat dari lokasi yang telah di buka. “pemerintah harus segera menghentikan program ini, juga lakukan evaluasi program yang telah berjalan. Selain memicu bencana ekologis program ini juga berdampak pada terjadi pemiskinan petani lokal” imbuhnya.

Melihat hal ini, WALHI Kalimantan Tengah mendesak pemerintah untuk segera menghentikan proyek food estate dan melakukan evaluasi.

Narahubung: Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata – 0822 5511 5115

Tinggalkan sebuah komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *