Press Release WALHI Kalimantan Tengah, 29 Oktober 2023

Hasil keputusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah terhadap 3 petani desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, yaitu Aleng, Maju, dan Suwadi dianggap sebagai buruknya penegakan hukum yang terus berulang terjadi di Lembaga Peradilan di Bumi Tambun Bungai ini. WALHI Kalimantan Tengah menilai putusan tersebut keliru, karena lahan yang ditanam perusahaan berada di luar HGU PT. Bumitama Gunajaya Abadi dan secara alas hak sah milik warga.
Dalam putusannya Majelis Hakim yang terdiri dari Togar, SH., MH selaku Ketua Majelis Hakim, bersama dengan H. Irwan Efendi, SH., MH dan Tri Andita Juristiawati, SH., M.Hum., selaku Hakim Anggota telah memvonis bersalah 3 petani asal Desa Kinjil dengan pidana masing-masing selama 1 tahun dan 5 bulan pada Rabu, 25 Oktober 2023 yang lalu.
Putusan tersebut termuat Putusan nomor : 199/PID/2023/PT PLK yang kemudian menjatuhkan hukuman kepada Aleng, Suwadi, dan Maju dengan pertimbangan bahwa lokasi H24/H25 sebagai lokasi area pemanenan sawit yang dilakukan oleh 3 petani Desa Kinjil adalah masuk dalam wilayah HGU PT. Bumitama Gunajaya Abadi (Harita Group).
Menyikapi putusan tersebut Direktur WALHI Kalimantan Tengah Bayu Herinata menyampaikan dukacita yang sangat mendalam atas matinya keadilan bagi masyarakat kecil. Hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah dianggap tidak mampu melihat secara jelas dan terang terkait posisi kasus yang ada.
“Kami sangat berduka yang sangat mendalam atas keluarnya putusan terhadap 3 petani Desa Kinjil ini. Hakim telah menunjukan bahwa harapan keadilan bagi masyarakat kecil telah sirna atas keluarnya putusan yang ada. Sudah jelas bahwa pada tahun 2016 RSPO telah mengeluarkan surat keputusan yang menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan mereka lahan yang saat ini menjadi objek sengketa berada di luar HGU PT. Bumitama Gunajaya Abadi (Harita Group). Tetapi landasan putusan hakim pada Pengadilan Tinggi Kalteng malah menyebutkan bahwa lokasi sengketa berada dalam HGU. Putusan ini bisa dikatakan sesat, karena tidak melihat bukti persidangan dengan komprehensif dan berimbang”, kata Bayu.
Selain itu Bayu juga menyampaikan bahwa putusan terhadap 3 petani Desa Kinjil ini adalah bukti pada keberpihakan hukum hanya kepada pengusaha atau korporasi bermodal besar saja. Masyarakat kecil hanya jadi korban walaupun mempunyai bukti hak penguasaan lahan yang sah seperti Surat Keterangan Tanah (SKT).
“Lagi-lagi landasan penguasaan lahan masyarakat seperti SKT yang jelas-jelas sudah diberikan pihak Desa tidak menjadi pertimbangan sama sekali oleh Hakim. Apalagi surat tersebut dikuatkan adanya berita acara penyerahan lahan oleh pihak Desa kepada bapak Aleng dkk yang dikuatkan lagi oleh keputusan RSPO yang juga menyatakan bahwa lokasi sengketa direkomendasikan untuk dikembalikan kepada bapak Aleng dkk,” tambahnya.
Menambahkan apa yang disampaikan oleh Bayu, Janang Firman Palanungkai selaku Manager Advokasi dan Kajian WALHI Kalimantan Tengah yang juga sebagai koordinator Koalisi Keadilan untuk Kinjil menyampaikan kekecewaannya. Hal tersebut dilandasi dengan keluarnya putusan hakim Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah yang dianggap tidak tuntas melihat perkara yang ada.
“Ketiga Hakim ini tidak tuntas dalam melihat dan menganalisis perkara ini dengan benar. Dalam putusannya yang menambah masa hukuman kepada 3 petani Kinjil ini kami anggap keputusan yang mengada-ngada, padahal para terdakwa telah melampirkan surat-surat bukti yang bisa menjadi landasan dan pertimbangan untuk pengambilan keputusan. Seharusnya 3 terdakwa ini divonis bebas, mengingat masih tidak ada yang bisa membuktikan selama persidangan bahwa lahan sengketa tersebut dalam HGU PT. Bumitama Gunajaya Abadi. Keputusan Hakim bisa dikatakan logika sesat, sebab Surat resmi dari RSPO sudah menyatakan bahwa area tersebut diluar HGU dan bukan menjadi hak penguasaan PT. Bumitama Gunajaya Abadi” tambah Janang.
Kontak Person :
Bayu Herinata (0822-5511-5115)
Janang Firman P. (0813-5125-9183)